Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anies Belum Tentukan Kebijakan Penghentian Swastanisasi SPAM DKI

Keputusan penghentian swastanisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) DKI Jakarta ada di tangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, namun hingga kini keduanya belum dapat menentukan kebijakan.

Bisnis.com, JAKARTA -- Keputusan penghentian swastanisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) DKI Jakarta ada di tangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, namun hingga kini keduanya belum dapat menentukan kebijakan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan dirinya masih harus mempelajari detail dari keputusan Mahkamah Agung untuk melakukan penghentian swastanisasi SPAM DKI.

“Kita nanti lihat lagi. Intinya kita akan taati pada keputusan itu. Belum ada detailnya,” ujarnya di Balai Kota, Senin (23/10/2017).

Erlan Hidayat, Direktur Utama PAM Jaya, mengatakan keputusan pemutusan kerjasama atau perpanjangan kerjasama ada ditangan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Sebelumnya PAM Jaya telah menandatangani memo of understanding (MoU) dengan mitra operator, Aetra dan Palyja, untuk melakukan pembahasan restrukturisasi perjanjian kerja sama (PKS) pada 25 September 2017.

MoU yang ditandatangani menjelang lima tahun berakhirnya PKS dengan kedua operator tersebut merupakan langkah persiapan bagi PAM Jaya untuk melayani pelanggan di DKI secara langsung dan mengurangi dominasi swasta.

“Nanti tergantung arahan Gubernur baru akan seperti apa swastanisasi menurut mereka. Sejauh ini [restrukturisasi] merupakan keputusan yang terbaik,” ujarnya.

Dari restrukturisasi tersebut nantinya PAM Jaya akan bertugas sebagai pengelola air baku di bagian hulu dan distribusi air olahan ke rumah-rumah di bagian hilir sehingga proses keuntungan dari pelanggan akan secara langsung dikelola oleh PAM Jaya.

Sedangkan mitra operator bertugas sebagai pengelola pengolahan air, penyaluran lewat jaringan pemipaan serta membuat dan memelihara sambungan pipa ke rumah-rumah.

Erlan mengakui bahwa kerugian sebesar Rp1,4 triliun yang dihadapi oleh PAM Jaya bukan merupakan dampak dari kerja sama [swastanisasi] secara langsung melainkan karena adanya penyusutan aset.

Namun, aset yang dimiliki oleh PAM Jaya antara lain tujuh waterplant dan sejumlah jaringan pendistribusian senilai Rp2,3 triliun tersebut dikelola oleh mitra sejak 1998.

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK yang diterbitkan pada 23 Desember 2016, kerugian tersebut dijabarkan sebagai kewajiban yang harus dibayar PAM Jaya kepada mitra, yakni Rp395 miliar kepada Palyja dan Rp237,1 miliar kepada Aetra.

Dengan restrukturisasi operasional dan pengelolaan yang akan dipersiapkan selama enam bulan ke depan, diharapkan dapat mengurangi tagihan PAM Jaya terhadap Aetra dan Palyja.

“Sebelum keputusan Mahkamah Agung pun sudah ada MoU Restrukturisasi. Akan lebih baik jika pemutusan kontrak dilakukan sebaik mungkin seperti ketika pertama kali bekerja sama,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper