Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DANA HIBAH: 60% Lebih alokasinya mencurigakan

JAKARTA: Sekitar 60%-70% alokasi dana hibah dan bantuan sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai mencurigakan. Pemberian dana dianggap tidak tepat sasaran.Diberikan ke mushola atau gereja. Dugaannya, pemprov sengaja membagikan dalam jumlah

JAKARTA: Sekitar 60%-70% alokasi dana hibah dan bantuan sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai mencurigakan. Pemberian dana dianggap tidak tepat sasaran."Diberikan ke mushola atau gereja. Dugaannya, pemprov sengaja membagikan dalam jumlah yang kecil-kecil, agar mudah membuat kuitansi fiktif. Ternyata pas kita cek ke pengurus mushola, dia bilang tidak dapat," papar Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Apung Widadi kepada Bisnis, Sabtu 2 Juni 2012.

Apung mengatakan bahwa melalui invetigasi awal, ditemukan 500 lebih tempat ibadah yang menerima dana hibah sebesar Rp15-20 juta. Sejak Jumat (1 Juni 2012) diturunkan 4 orang untuk memverifikasi data dengan kondisi lapangan. Sementara itu, jelasnya, ada laporan kalau mushola tersebut tidak menerima dana hibah.Menurut dia, selama 1 minggu ke depan, hasil verifikasi sudah bisa diperoleh. ICW akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan proses audit terhadap anggaran yang mencurigakan. Seandainya ada dugaan korupsi, akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.Selain modus pemberian dana hibah ke tempat-tempat ibadah, dijelaskan Apung, ditemukan juga pemberian dana ke organisasi fiktif yang masuk dalam pos penerima dana Bantuan Operasional Sekolah dan Komite Olahraga Nasional Indonesia."Kalau berdasarkan Permendagri No.32 Tahun 2011, penerima dana hibah diberikan kepada organisasi yang berbadan hukum minimal 3 tahun. Kalau mushola sama komunitas itu tidak berbadan hukum," ungkap Apung.Apung mengatakan, daftar penerima dana hibah ini sendiri diperoleh melalui salah satu sumber yang dipercaya. Janji Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta untuk memberikan daftar tersebut tidak terealisasikan."Sampai Jumat (01/06) pemprov belum memberikan dana hibah. Ada yang ditutup-tutupi. Kami dapat dari masyarakat, sumber terpercaya. Kalau dikejar ke pemilihan gubernur, investigasi harus dilakukan cepat," ujarnya.Sementara, Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia mengatakan, kalau memang dianggap mencurigakan, silahkan laporkan kepada pihak yang dianggap berwenang."Siapa yang menerima dana hibah itu sudah melalui persetujuan dari DPRD. Kami tidak memutuskan sendirian, engga sembarangan," ujar Cucu.Terkait banyaknya penerima yang mendapatkan dana hibah adalah tempat ibadah, dijawab Cucu, karena tempat ibadah tersebut juga sudah pernah mendapatkan bansos dari tahun sebelumnya.Cucu mengatakan, kalau ICW ingin meminta daftar penerima hibah, maka ada sistematikanya. Harus membuat laporan tertulis, sesuai dengan apa yang tertulis dalam undang-undang keterbukaan informasi publik. Kamis (23 Mei), pemprov telah menyebutkan bahwa dana hibah sejumlah hampir Rp1,4 triliun tersebut merupakan gabungan dari pos-pos dana tambahan dari BOS, KONI, serta KPUD dan Panwas dalam rangka Pilkada.Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa dana hibah atau bansos mempunyai potensi besar untuk dikorupsi, karena pengawasan publik sangat kurang dalam realisasinya. Selain itu, tambahnya, dana hibah biasa dianggap sebagai dana untuk menyuap masyarakat agar tidak kritis kepada kebijakan pemprov."Ada juga untuk mendukung calon kepala daerah tertentu. Jadi, wajar kalau ditemukan dana hibah fiktif," tutur Uchok.Dia melanjutkan setiap pilkada dana hibah digunakan sebagai anggaran "suap" kepada masyarakat. Artinya, papar Uchok, anggaran hibah diberikan kepada masyarakat atau lembaga masyarakat yang mendukung incumbent atau kepala daerah yang akan mencalonkan lagi.Selain itu, Uchok mengatakan, dana hibah harus tercantum nama lembaganya dalam anggaran pendapatan belanja daerah. Kalau suatu lembaga mendapatkan hibah tapi tidak tercantum dalam APBD, terang Uchok, merupakan pelanggaran hukum.(ea)

 

BACA JUGA:

* PREDIKSI INDEKS: Ini dia faktor-faktor yang perlu dicermati

* REKOMENDASI SAHAM: Ada apa dengan saham tambang?

* PIALA EROPA: Kenapa Portugal keok melawan Turki?

* INDONESIAN IDOL 2012: IniLAH alasan kenapa Sean layak diselamatkan

* RIBUT WAIDI: Legenda PSIS Semarang & pahlawan Sea Games 1987 itu berpulang

* KINERJA INDUSTRI ELEKTRONIK: Setelah Maret naik, penjualan April turun lagi

* APARTEMEN SUDIRMAN SUITES: Mau tau berapa harga kamar termurahnya?

* MONOPOLI GULA: Nah lo Wilmar kena denda Rp25 miliar!

* SIHIR MESSI: Sihir Lionel Messi yang absen di Piala Dunia bersama Argentina telah kembali

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Fatia Qanitat

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper