Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDEF Minta Pemkot Pertimbangkan Perda KTR

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) yang disusun oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) yang disusun oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), meminta Pemkot Bogor mempertimbangkan kembali Perda KTR yang sedang disusun karena berpotensi menimbulkan dampak sosial dan ekonomi dari pelaku UMKM.

Dia menilai Perda KTR ini tidak bijaksana dan akan berimbas langsung kepada pertumbuhan ekonomi daerah dan tenaga kerja.  

“Rata-rata ritel kecil seperti kelontong yang sangat bergantung pada penjualan rokok. Kalau sedikit saja kebijakan yang berpengaruh pada rokok, mereka akan terkena dampaknya dan dapat meningkatkan angka kemiskinan,” kata Bhima dalam keterangan resminya, Jumat (27/4/2018).

INDEF mencatat, industri rokok nasional menyerap tenaga kerja langsung dan tidak langsung mencapai lebih dari sebanyak 7 juta orang. Adapun sebanyak 2 juta orang dari jumlah tersebut bergerak di sektor perdagangan. Selain itu, dalam satu bantang rokok terdapat potensi penerimaan negara dari pajak rokok sebesar 5,7% dan cukai rokok 57%. Dengan adanya Perda KRT tersebut pedagang wilayah Bogor akan terpengaruhi dan penerimaan cukai senilai Rp155,4 triliun akan sulit tercapai.

“Jika benar diterapkan, dampak dari kebijakan ini akan langsung terasa. Dilihat dalam kurun waktu selama 3 tahun terakhir, produksi rokok turun cukup signifikan. Sementara pada 2018 Kementerian Keuangan memprediksi produksi rokok nasional mengalami penurunan sebanyak 9,8 miliar batang,” ungkapnya.

Seperti diketahui, saat ini Revisi Perda KTR Nomor 12 Tahun 2009 sedang dibahas di DPRD Kota Bogor. Adapun revisi tersebut ditargetkan akan segera rampung pada akhir 2018.

“Peraturan yang dibuat janganlah melarang, tetapi harus memberikan solusi bagi mereka yang saat ini menggantungkan hidupnya dari industri rokok. Setiap kebijakan yang berpengaruh terhadap ekonomi, apalagi terhadap rakyat kecil harus ada komunikasi intensif,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Forum Silaturahmi Pedagang Pasar Bogor (FSPB) Amar Nasution, menyatakan tidak setuju dengan rencana larangan pemajangan dan penjualan rokok di pasar tradisional. "Kalau untuk tidak merokok, saya setuju. [Akan] tetapi kalau tidak memajang atau menjual, akan ada aktivitas ekonomi yang berpengaruh besar," ujarnya.

Dia meminta agar DPRD Kota Bogor mengevaluasi kembali Raperda KTR, terutama berkaitan dengan potensi untuk merusak perputaran roda ekonomi pedangan. "Berapa persen aktivitas ekonomi di pasar tradisional yang bisa hilang kalau rokok dilarang dijual dan dipajang. Ini harus menjadi perhatian serius," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper