Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gara-Gara Formula E, Pembahasan APBD-P Sempat Alot

Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2019 sempat berlangsung alot, akibat masih adanya defisit Rp338 miliar dalam perencanaan.

Bisnis.com, JAKARTA — Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2019 sempat berlangsung alot, akibat masih adanya defisit Rp338 miliar dalam perencanaan.

Seperti diketahui, dalam perencanaan APBD, surplus/defisit tidak diperbolehkan atau dengan kata lain, anggaran mesti memperoleh balance atau perkiraan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenan (SILPA) mesti Rp0.

Sayangnya, Pemprov DKI Jakarta dan Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta sulit menemui kata sepakat bagaimana menutup defisit Rp338 miliar itu, yang salah satunya akibat pengeluaran dari program-program baru seperti penyelenggaraan balap mobil Formula E yang diajukan dengan bujet Rp360 miliar.

Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta Achmad Firdaus menegaskan bahwa biaya balapan Formula E mengambil porsi APBD 2019, sebab adanya rekomendasi dari Kementerian Pemuda dan Olahraga, ditambah kebutuhan persiapan penyelenggaraan acara.

"Penyelenggaraannya kan 2020. Kan tidak bisa langsung tek [seketika], kita butuh persiapan, ada sosialisasi dan sebagainya," ungkap Firdaus, Selasa (13/8/2019).

Dalam rapat pembahasan, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta Faisal Syafruddin meyakinkan bahwa defisit ini bisa ditutup dengan menaikkan target pendapatan pajak.

Alasannya, ada beberapa peraturan daerah terkait pajak yang apabila disahkan, mampu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD). Salah satunya, yakni perda terkait persentase kenaikan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

"Kalau Perda BBNKB ini disahkan dalam waktu dekat, proyeksi dari kami setiap bulan ada pendapatan mencapai Rp100 miliar. Jadi kami optimis, tiga bulan saja kita optimis mencapai [menutup defisit] itu," ungkap Faisal.

Menanggapi hal ini, Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta Ruslan Amsyari menyatakan keberatan. Alasannya, target pajak tahun ini sudah terlampau tinggi. Realisasi maksimal di tahun-tahun sebelumnya pun hanya di kisaran maksimal 85 persen.

Kendati demikian, Ruslan mengungkap, bukan berarti dirinya menyarankan penghilangan bujet Formula E yang menurutnya salah satu program yang baik dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ruslan lebih memprioritaskan adanya efisiensi lagi dari belanja-belanja yang diajukan pemprov DKI Jakarta.

"Realisasi target pajak daerah Rp44,1 triliun itu saja belum tentu terlampaui. Masa mau ditambah lagi? Saya justru kasihan dengan BPRD, jangan sampai dibebankan ke mereka semua," ungkap Ruslan.

Pimpinan rapat Banggar DPRD DKI Jakarta pun tampak maju-mundur memutuskan apakah defisit ini bisa ditutup dengan penerimaan pajak. Formula E sempat dibahas, tetapi mayoritas anggota dewan tidak mempersoalkannya, kebanyakan tampak sepakat dengan besaran bujet yang telah diajukan.

Akhirnya, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefullah meyakinkan bahwa pemprov DKI Jakarta telah membentuk Tim Kerja Percepatan dan Pelampauan Penerimaan Pendapatan Daerah, sehingga optimis defisit Rp338 miliar ini bisa ditutup lewat PAD, terutama pajak.

Forum pun ditutup dengan ketok palu kesepakatan antara pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta untuk menaikkan target pajak terutama BBNKB dan Pajak Kendaraan Bermotor sebagai tulang punggung APBD 2019.

Pangkas Habis Belanja Daerah

Padahal, ketika pengajuan APBD-P, Pemprov DKI Jakarta telah banyak memangkas anggaran belanjanya hingga Rp3,3 triliun. Nilai total APBD pun berkurang dari sebelumnya Rp89 triliun menjadi Rp86 triliun atau selisih Rp2,5 triliun.

Hal ini akibat salah satu komponen pemasukan tampak berkurang, yakni hasil pengelolaan kekayaan daerah dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang diperkirakan tak terealisasi sebesar Rp142 miliar.

Kepala Badan Pembina BUMD (BPBUMD) Provinsi DKI Jakarta Riyadi sebelumnya mengungkap gagalnya penyerapan keuntungan dari BUMD ini utamanya disebabkan pemprov belum mendapat dividen yang signifikan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya dan penyusutan laba perusahaan yang dialami PT Jakarta Propertindo (Jakpro) akibat pengerjaan sejumlah proyek unggulan Pemprov DKI Jakarta.

“Utamanya Jakpro ini karena perusahaan ini menangani banyak proyek, mulai dari LRT hingga Velodrome Equestrian. Itu beban depresiasinya lebih dari Rp100 miliar, jadi laba mereka terdepresiasi oleh proyek-proyek besarnya,” ungkap Riyadi, Senin (12/8/2019).

Beruntung, pemprov DKI Jakarta masih memiliki sisa lebih penggunaan anggaran (SiLPA) tahun lalu sebesar Rp9,7 triliun. Sehingga anggaran lebih dari penerimaan ini masih bisa digunakan untuk mengajukan Penyertaan Modal Daerah (PMD) sebesar Rp800 miliar untuk BUMD-nya yang dipercaya melangsungkan pembangunan Rumah DP Nol Rupiah, yakni PD Pembangunan Sarana Jaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper