Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Covid-19, Pengusaha Dorong Insentif Terealisasi sebelum Lebaran

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia DKI Jakarta (HIPMI Jaya) berharap besar insentif pemerintah terkait dunia usaha, terutama sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mampu terealisasi paling lambat sebelum lebaran.
Ketua Umum Hipmi Jaya Afifuddin Suhaeli Kalla (kanan) memberikan penjelasan saat konferensi pers terkait penerimaan anggota baru Hipmi Jaya di Jakarta, Rabu (2/5/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
Ketua Umum Hipmi Jaya Afifuddin Suhaeli Kalla (kanan) memberikan penjelasan saat konferensi pers terkait penerimaan anggota baru Hipmi Jaya di Jakarta, Rabu (2/5/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia DKI Jakarta (HIPMI Jaya) berharap besar insentif pemerintah terkait dunia usaha, terutama sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mampu terealisasi paling lambat sebelum Lebaran.

Ketua Umum HIPMI Jaya Afifuddin Suhaeli Kalla menjelaskan hal ini mempertimbangkan kegiatan ekonomi dunia usaha yang rata-rata omzetnya turun 70 persen di tengah pandemi Covid-19, utamanya di sektor UMKM dan usaha muda.

Alhasil, pria yang akrab disapa Afi ini mengakui, opsi memotong gaji atau merumahkan karyawan, mengurangi tunjangan hari raya (THR), bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pun menjadi keniscayaan.

"Betul harus ada insentif langsung buat para pegawai yang terdampak PHK atau dirumahkan, karena kita dunia usaha pun tidak mau sebenarnya, tapi memang teman-teman pasti melakukan efisiensi besar-besaran. Seperti merumahkan, potong gaji, bahkan potong THR," jelasnya kepada Bisnis, Jumat (3/4/2020).

"Karena mau bagaimana lagi, bulan depan sudah Lebaran. Jadi katakanlah beban para pengusaha itu double. Maka kita berharap bantuan-bantuan pemerintah itu digelontorkan mungkin sebelum Lebaran," tambah pria yang akrab disapa Afi ini.

Menurut Afi, krisis akibat Covid-19 ini berbeda dengan krisis yang dihadapi Indonesia beberapa tahun belakangan, sebab dampaknya terhadap dunia usaha untuk bangkit terbilang lambat. Oleh sebab itu, penting agar berbagai insentif pemerintah teralisasi dengan cepat. Utamanya sebelum momen-momen besar seperti Lebaran.

"Karena kegiatan Lebaran itu  ajang konsumsi yang besar, biasanya pemerintah juga menambah beras, produksi daging juga naik, karena mau ada pestanya umat muslim, tapi kondisi seperti ini takutnya konsumsi besar itu turun dan berefek. Jadi kalau dari kami harapannya sebelum Lebaran harus sudah terealisasi," ungkapnya.

Petakan Skenario

Mengatasi hal ini, Afi menekankan agar para pengusaha, terutama anggota HiIPMI memetakan berbagai skenario di samping skenario terbaik, yaitu Covid-19 selesai bulan Juni atau Juli, dan kegiatan bisnis baru bisa efektif kembali sekitar Agustus-September atau hanya tersisa kuartal IV saja.

"Kita sedang sosialisasi agar para pengusaha membuat planning tiga sampai enam bulan ke depan dengan skenario terburuk. Supaya mereka prepare," jelas Afi.

"Karena jangan sampai mereka menganggap skenario terbaiknya 'cepat selesai, habis Lebaran ekonomi normal'. Yakinlah, tidak. Ini akan menuju normal lumayan lama. Selesai Covid-19 belum tentu normal. Selesai virus ini pasti masih ada penyesuaian, satu-dua bulan setelah wabah ini pasti masih ada ketakutan untuk meeting, ramai-ramai, atau membuat kegiatan usaha," tambahnya.

Oleh sebab itu, Afi mengimbau dunia usaha bersiap-siap. Di samping tetap optimistis dan terus mengawal realisasi uluran tangan pemerintah.

"Inggris saja bilang satu tahun dari sekarang baru kegiatan perekonomian normal kembali. Perdana menteri mereka bilang Spring 2021. Bayangkan saja, masih setahun lagi. Jadi jangan terlalu berharap dulu pada skenario terbaik, tapi harus tetap optimistis. Setiap krisis pasti ada peluang dan hikmahnya," jelasnya.

Menurut Afi, rencana bantuan pemerintah terkait keringanan impor dan perpajakan sudah tepat. Sebab, keluhan anggotanya kebanyakan memang bersumber dari mahalnya bahan baku yang dibeli berdasarkan dolar.

"Saya soroti mungkin pemotongan pajak [PPh Badan] menurut saya masih terlalu kecil kalau cuma dari 25 persen ke 22 persen. Tapi terpenting APBN bisa cepat diprioritaskan untuk dunia usaha agar bergerak lagi, karena kalau tidak pasti banyak yang gulung tikar," ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper