Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik UMP, Inpres untuk Kendalikan Kenaikan

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Pengupahan DKI Jakarta menilai keluarnya instruksi presiden (Inpres) tentang kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2014 sebagai peringatan bagi Pemprov agar mengendalikan kenaikan UMP.

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Pengupahan DKI Jakarta menilai keluarnya instruksi presiden (Inpres) tentang kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2014 sebagai peringatan bagi Pemprov agar mengendalikan kenaikan UMP.

“[Inpres] Ini warning kepada pemerintah [provinsi DKI]. Ketika [UMP] naik tinggi di tahun lalu, akhirnya sulit dikembalikan ke angka kenaikan normal,” ujar Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta Sarman Simanjorang kepada Bisnis hari ini, Rabu (4/9/2013).

Dia berpendapat tren kenaikan UMP yang terjadi beberapa tahun terakhir sudah tidak sehat bagi kelangsungan dunia usaha sehingga pemerintah pusat mengantisipasinya dengan mengeluarkan Inpres. Pasalnya, kenaikan upah tiap tahun mengalami lonjakan tinggi secara persentase.

Sarman menjelaskan UMP 2012 naik 18,5% terhadap 2011, kemudian UMP 2013 naik 44% terhadap 2012. Adapun untuk UMP 2014, para buruh menuntut kenaikan sebesar 68%.

“Bagaimana nanti buat UMP 2015? Ini kan sudah tidak terkendali. Aspirasi sih sah saja, tetapi teman-teman buruh harus melihat realitanya permasalahan dunia usaha lah,” ujarnya.

Apalagi, tuntutan yang jauh lebih tinggi ini dilakukan di tengah lesunya perekonomian yang memberikan dampak buruk bagi kalangan usaha. Sarman mengungkapkan di sisi eksternal, dunia usaha sedang ditempa oleh turunnya volume permintaan akibat perlambatan ekonomi dunia dan pelemahan rupiah yang mengakibatkan impor bahan baku industri menjadi mahal.

Adapun di sisi internal, dunia usaha juga dibebani oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL). “Apalagi ditambah dengan kenaikan UMP [yang dituntut sebesar 68%],” katanya.

Namun, Sarman memastikan dewan pengupahan akan melakukan perhitungan UMP sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13/2012 dengan memakai 60 komponen kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai dasar perhitungan.

Perhitungan UMP juga dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi DKI, tingkat produktivitas, dan kemampuan penyerapan tenaga kerja.  

“Kalau menurut peraturan, 60 hari sebelum ditetapkan sudah keluar angkanya [UMP 2014]. Mungkin awal November selesai agar segera disahkan gubernur dan 2014 bisa langsung jalan,” ujarnya.  

Lebih lanjut, Sarman mengingatkan tren laju kenaikan UMP tahunan yang tidak kondusif akan menurunkan minat investor asing untuk melakukan investasi langsung di Indonesia. Pasalnya, investasi langsung merupakan investasi jangka panjang di mana perhitungannya tidak hanya berdasarkan satu momen tertentu saja.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hedwi Prihatmoko
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper