Bisnis.com, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menemukan praktik pungutan liar yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta dengan total mencapai Rp1,2 miliar untuk mengurus surat keterangan domisili perusahaan (SKDP).
Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana mengatakan pungutan liar kerap kali terjadi pada pengurusan perizinan usaha bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Ibu Kota.
"Jumlah pungutannya bermacam-macam dari Rp500.000 hingga Rp2 juta, sehingga totalnya bisa mencapai Rp1,2 miliar," ujarnya dalam acara paparan laporan intern hasil investigasi Ombudsman RI di kantornya, Selasa (16/9).
Total pengutan itu diperoleh dari pertumbuhan UMKM yang terdaftar dan memiliki izin usaha di DKI Jakarta.
Pada 2012, UMKM di Jakarta sebanyak 14.629, sedangkan pada 2013 mengalami pertambahan sebanyak 2146 menjadi 16.775 usaha. Setiap tahunnya, rerata pertumbuhan UMKM naik sekitar 2000 UMKM baru.
Dia menerangkan apabila dalam pengurusan SKDP dipungut biaya antara Rp500.000 hingga Rp2 juta dengan nilai rata-rata senilai Rp600.000 dan pertumbuhan tiap tahun yang mencapai 2000 UMKM baru, maka potensi pungutan liar yang terjadi di kelurahan DKI Jakarta mencapai Rp1,2 miliar per tahun.
"Untuk perpanjangan izin SKDP, potensi pungutan liar dengan asumsi 4.388 pengusaha dari 14.629 UMKM maka jumlahnya mencapai sekitar Rp2,63 miliar sehingga total nilai potensi pungutan liar menjadi Rp3,8 miliar," ucapnya.
Persyarakat SKDP ini dapat diurus sendiri melalui pemohon, namun ditemukan pegawai yang bertindak tidak sesuai kompetensi yakni menawarkan untuk mengurus seluruh rangkaian proses perizinan mulai dari permintaan surat keterangan di wilayah RT/RW hingga terbitnya SKDP di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Menurut keterangan Dinas Pariwisata DKI, tambah Danang, dalam bidang perizinan pariwisata SKDP masih dipersyaratkan dengan dalih industri pariwisata di Jakarta harus dikembangkan secara hati-hati karena berpotensi mengganggu kenyamanan dan ketertiban warga setempat atau dipandang tidak sesuai dengan norma dan adat yang berlaku.
"Tapi ya, hingga saat ini, penambahan syarat SKDP ini belum diperkuat dengan kebijakan resmi dari Pemprov DKI," katanya.