Bisnis.com, JAKARTA--Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan langkah untuk mencegah penyelewenangan oleh pihak eksekutif.
"Laporan BPK itu bisa bersifat saran. Namun, kalau Pemprov DKI punya argumentasi yang berbeda lebih baik diklarifikasi dulu. Kalau tidak sepakat dengan keputusan BPK ya harus mengajukan jawaban tertulis," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (10/7/2015).
Dia mengungkapkan pihak eksekutif tidak lantas harus mengikuti semua hasil laporan atau rekomendasi yang diberikan BPK. Asalkan, lanjutnya, Pemprov DKI mampu mempertanggungjawabkan langkah mereka ambil.
"Semua ini kan bagian proses check and balancing. BPK tidak bisa bilang penyimpangan tanpa melihat konteks, begitu pula dengan Pemprov DKI. Semuanya harus menyamakan persepsi," paparnya.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi menilai bahwa sebaiknya keputusan BPK itu dapat disikapi dengan arif dan tidak mengkambinghitamkan banyak pihak.
"Masing-masing institusi negara itu harus menghormati tentang profesionalismenya. BPK itu badan akuntabilitas negara loh. Yang betul-betul bisa mengoreksi perjalanan keuangan pemerintah daerah," tuturnya.
Menurutnya apabila berangkat dari filosofi Gubernur Ahok yang menjunjung transparansi, sementara BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) dan tidak mencapai wajar tanpa pengecualian (WTP) seperti zaman Fauzi Bowo, artinya akuntabilitasnya dipertanyakan.
Dia memaparkan, pada zaman Foke (Fauzi Bowo) pernah WDP, tetapi catatannya sedikit, cuma administratif. Lalu, zaman Jokowi WDP, tetapi catatannya banyak.
"Nah, ini harus jadi koreksi pemerintah daerah. Kita harus perbaiki secara manajerial. Tapi, sekali lagi, kalau pelaksanaan keuangan daerah sudah memenuhi standar akuntabilitas, standar SAP (sistem akuntansi pemerintahan), kemudian transparansi, pengawasan yang kuat, nggak akan terjadi itu WDP," tuturnya.