Bisnis.com, JAKARTA -- Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) Pemprov DKI Jakarta, Blessmiyanda, mengeluhkan lambannya pengadaan barang dan jasa di satuan kerja perangkat daerah (SKPD), Hal ini disebabkan karena terlalu berhati-hati, dan tak ingin terseret kasus pidana.
"Pengadaan barang dan jasa adalah hukum administrasi dan tata negara, maka sebaiknya jangan ditarik pada kasus pidana, kecuali memang terbukti kasus pidananya," kata Blessmiyanda di Gedung H, Balai Kota, Jumat (28/8/2015).
Blessmiyanda menilai selama ini kerap kali SKPD dipanggil oleh aparat keamanan untuk kasus yang belum ada bukti permulaan yang cukup.
"Misal, saya dipanggil sebagai saksi atas tindak pidana, sementara tersangkanya belum ada. Kan stres dipanggil, hanya karena laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM)," jelasnya.
Blessmiyanda mengakui,rata-rata kasus karena kekalahan lelang diadukan ke polisi, sehingga aparat hukum perlu mengecek pengaduan sebelum menetapkan tersangka dan saksi.
"Saya rasa kita kan punya hak bertanya siapa yang mengadukan kami? Masyarakat, mana buktinya? Tidak ada, kan kacau. Tapi, utamanya penyerapan rendah karena perencanaan dari SKPD itu belum baik," jelasnya.
Menurut data terakhir UPPBJ pada 21 Agustus 2015, dari SKPD dan UKPD, ada 22.236 paket Sistem Informasi Rencana Pengadaan Umum (SiRUP) di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Ada 4062 lelang dianggarkan dari tujuh unit yakni UPBBJ Balai Kota, UPPBJ Kota Administrasi Jakarta Pusat, UPBBJ Kota Administrasi Jakarta Selatan, UPPBJ Jakarta Timur, UPPBJ Jakarta Barat, UPPBJ Jakarta Utara, dan UPBBJ Kepulauan Seribu.
Total UPPBJ yang direncanakan senilai Rp11 triliun. Saat ini yang sudah dan sedang dilelangkan di BPPBJ hanya 2440 paket. Nilai paket tersebut baru mencapai Rp6,5 triliun.
Dengan demikian, pada semester dua pelelangan barang dan jasa DKI baru terealisasi sekitar 60%.