Bisnis.com, JAKARTA -Perwakilan buruh KSPSI dalam Dewan Pengupahan DKI, Housni Mubaraq mengatakan tuntutan buruh DKI cukup tinggi bukan tanpa alasan. Menurutnya, survei KHL tidak efektif karena bias dari kenyataan kehidupan Ibu Kota. Oleh sebab itu buruh DKI menginginkan perumusan UMP janganlah menggunakan PP.
"DKI ini adalah Ibu Kota, daerah khusus, sementara survei KHL dilakukan di pasar tradisional. Padahal masyarakat termasuk buruh di DKI sudah jarang berbelanja di pasar tradisional, mayoritas berbelanja di retail. Akibatnya besaran KHL meningkat, karena perbedaan harga di pasar dan toko retail," jelas Housni.
Housni mengaku ada solusi lain dilakukan yakni pihak pengusaha bisa memberikan solusi berupa pemberian insentif bagi buruh. Namun, dia pun tak memungkiri bahwa perumusan insentif dalam perumusan tidak mungkin tanpa penghitungan yang matang.
"Insentif juga harus ada rumus dan dasar hukumnya. Kalau tidak ada, belum tentu juga pengusaha dan Apindo mau memberi," ungkap Housni di Balai Kota, Jumat (30/10/2015).
Sementara itu, perwakilan pengusaha dalam Dewan Pengupahan DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan unsur pengusaha dalam Dewan Pengupahan DKI Jakarta merujuk pada mekanisme pengupahan baru yakni Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.n
"Jadi total nilai 11,5 tambahan UMP yang akan dikalikan dengan upah tahun ini Rp2,7 ditemukan angka upah Rp3.010.500. Kalaupun ada insentif tambahan kami tak bisa masukkan dalam komponen upah, karena itu melanggar aturan. Biarkan itu masuk dalam kebijakan perusahaan masing-masing saja," jelas Sarman.