Bisnis.com, TANGSEL-- Pemerintah Kota Tangerang Selatan mulai melakukan proses peninjauan kembali Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2012 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kawasan ini.
Langkah revisi Perda RTRW tersebut mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Ayat 6 Tahun 2007 bahwa perda RTRW harus ditinjau kembali setiap lima tahun sekali.
"Perkembangan ekonomi dan pertumbuhan laju penduduk cukup tinggi sehingga pengkajian ulang terhadap RTRW sangat penting," kata Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tangsel Teddy Meiyadi di Tangsel, Senin (27/6/2016).
Revisi Perda RTRW, ungkapnya, akan mencakup sejumlah hal antara lain aspek transportasi, kegunaan lahan, ruang terbuka hijau, pemetaan area permukiman dan komersial, serta pengelolaan sampah.
Semenjak resmi memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang dan berdiri sebagai kota Tangerang Selatan pada 2008, 60%-70% areal kota ini sudah dikuasai pengembang-pengembang besar antara lain PT Bumi Serpong Damai Tbk., dan PT Alam Sutera Realty Tbk.
Untuk itu, dirinya menjelaskan dalam kajian ulang Perda RTRW yang dilakukan oleh pemkot, sejumlah pihak misalnya pelaku usaha properti (pengembang), wilayaj yang berbatasan langsung dengan Tangsel ( Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang), Pemprov Banten, dan Pemprov DKI Jakarta harus ikut terlibat aktif.
"Apalagi kawasan Tangerang Raya, tiga wilayah ini saling berhubungan sehingga pembahasan revisi perda ini harus melibatkan mereka," tekannya.
Tak hanya itu, urgensi pengkajian ulang ini juga terkait rencana Kabupaten Tangerang untuk membangun kawasan pengelolaan sampah terpadu regional.
Nantinya, pengelolaan sampah di Tangsel, Tangerang, dan Kabupaten Tangerang akan dipusatkan di Kabupaten Tangerang.
Pada saat yang sama, Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany mengungkapkan revisi Perda RTRW merupakan salah satu cara untuk menyiasati sistem pengelolaan sampah di Tangsel.
"Dalam RTRW yang lama diamanatkan Tempat Pembuangan Sampah [TPA] Cipeucang akan dilakukan perluasan lahan dengan cara pembebasan lahan," tambahnya.
Kendati demikian, dalam kurun waktu tiga tahun, dirinya mengemukakan pembebasan lahan sulit dilakukan akibat keterbatasan lahan dan keengganan masyarakat melepas lahannya.