Bisnis.com, JAKARTA - PAM Jaya, badan usaha milik daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta tahun ini mengajukan izin untuk tidak menyetorkan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp22,8 miliar kepada Pemda DKI Jakarta.
Direktur Utama PAM Jaya Erlan Hidayat mengakui bahwa permohonan pembebasan menyetorkan PAD, lantaran perusahaan daerah DKI Jakarta yang bergerak di bidang layanan air bersih itu masih membutuhkan dana untuk peningkatan pelayanan.
"Iya intinya PAM masih perlu dana. Karenanya PAM memohon kepada Pemda DKI untuk bisa dibebaskan kewajiban setoran ke PAD," tuturnya kepada Bisnis.com, Rabu (14/9/2016).
Menurutnya, PAM sudah saatnya mendukung penuh program-program Pemda DKI dalam penertiban pemukiman dan juga pembangunan rumah layak huni, dari sisi pelayanan air bersihnya.
Erlan mencontohkan untuk mendukung pembangunan rusunawa, PAM sudah saatnya melakukan penyediaan penuh utilitas untuk kebutuhan air bersihnya, penambahan jaringan pipa ke rusunawa-rusunawa, penambahan ketersediaan air baku, dan lain-lain.
Selain itu, lanjutnya, permohonan tidak menyetorkan PAD juga berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No: 690/477/SJ tanggal 18 Feb 2009, yang membebaskan dari kewajiban menyetorkan laba bersih pada PAD bagi PDAM yang cakupan pelayanannya belum mencapai 80% dari jumlah penduduk.
Pembebasan itu ditujukan untuk keperluan investasi kembali (reinverstmant) berupa penambahan peningkatan dan perluasan prasarana dan sarana sistem pelayanan air minum (SPAM) baik fisik maupun non fisik, serta peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
"Kan ada juga Surat Edaran Mendagri yang membolehkan tidak setor PAD bagi perusahaan daerah air minum yang cakupan layanannya belum mencapai 80%. Dan PAM Jaya memenuhi kriteria ini karena cakupan layanan kita saat ini baru sekitar 60%," ujarnya.
Erlan menjelaskan bahwa jumlah setoran PAD yang diajukan pembebasan mencapai sebesar Rp22,8 miliar, seperti besaran PAD yang telah disetorkan pada 2015 juga mencapai Rp22,8 miliar.
Besaran angka setoran PAD tersebut bukan diperoleh berdasarkan atas persentase laba, akan tetapi ditetapkan jumlahnya melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur. "Kalau angkanya sekitar Rp22,8 miliar. Tahun lalu kami sudah setorkan sejumlah Rp22,8 miliar dan untuk 2016 kami minta dibebaskan dengan besaran sesuai sebelumnya," terangnya.
Namun, pengajuan izin untuk tidak menyetorkan PAD tersebut masoh tetap berpulang kepada ketetapan atau hasil keputusan pembahasan Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta.
Pihaknya mengakui bahwa untuk peningkatan pelayanan air di Ibu Kota harus dikerjakan secara sinergi, dikarenakan kalau tidak sinkron antar pemangku kepentingan, dipastikan perluasan pelayanan menjadi terhambat dan untuk mencapai angkanya yang maksimal memerlukan waktu yang lama.
"Jika dizinkan maka segera akan saya laksanakan. Jika tidak izinkan, ya saya harus kerja lebih keras aja lagi, supaya minimal program pendukung utilitas air di rusunawa bisa tetap berjalan," terangnya.