Bisnis.com, JAKARTA — Tak biasanya, kawasan Jalan Karet Pasar Baru Timur 5, Jakarta Pusat, lengang. Tak terlihat ada lalu lalang kendaraan.
Banjir telah memaksa warga ibu kota dan sekitarnya bertahan di rumah masing-masing atau mengungsi ke tempat yang lebih aman untuk mengamankan diri beserta keluarga. Tak terkecuali warga yang tinggal di wilayah Karet.
Sore itu, aktivitas Yadi tergolong minim. Berdiri di depan pintu kontrakannya, pria 38 tahun itu sesekali mendorong sampah plastik menjauh dari rumahnya.
Tempat tinggalnya diimpit gedung-gedung tinggi puluhan tingkat, di antaranya Menara Astra, Sudirman Park, dan Hotel Shangri-La.
Warga kawasan Karet Pasar Baru Timur menunjukkan ketinggian air pada puncak banjir Tahun Baru 2020, Kamis (2/1/2020). Banjir melanda Jakarta dan sekitarnya sejak Tahun Baru 2020 sudah mulai surut./Bisnis-Rayful Mudassir
Baca Juga
“Tadi [Rabu (1/1/2020)] malam sampai 1,5 meter. Ini sudah mulai surut,” katanya saat berbincang dengan Bisnis, Kamis (2/1/2020).
Sudah 2 malam dia mengungsi di Masjid Al-I`tisham, sekitar 20 meter dari rumahnya. Istri dan 2 anaknya juga tidur di sana bersama sekitar 100 warga lain.
Sebagai pendatang, Yadi hanya pasrah saat banjir tiba sejak malam Tahun Baru 2020. Sejak dekade terakhir, ini merupakan banjir Jakarta terparah yang pernah dialaminya.
Beberapa tahun sebelumnya, banjir hanya sampai lutut. Tetapi, kali ini berbeda. Dirinya dan warga lain merasakan banjir hingga dada orang dewasa dan bahkan sampai di atas pintu kontrakan.
Maman, warga Karet lainnya, juga mengalami hal serupa. Harta bendanya habis terkena banjir termasuk kendaraan miliknya.
Situasi serupa terakhir kali dialami Maman pada 2014. Meskipun, saat itu debit air tak setinggi kali ini.
“Tapi sejak pagi tadi [Kamis (2/1)], sudah ada Satpol PP dan petugas lain pakai perahu karet membantu keperluan warga,” sebutnya.
Sama seperti Yadi, keluarga Maman mengungsi di masjid. Mereka baru akan kembali ke rumah setelah air sudah benar-benar surut.
Yadi dan Maman hanya bisa pasrah dengan kondisi yang ada. Kedua warga ini hanya segelintir dari sekitar 500 Kepala Keluarga (KK) yang terpaksa mengungsi di kawasan itu.
Selain Masjid Al-I`tisham, ada dua posko pengungsian lainnya yakni di Baitul Muttaqin dan Masjid Mujahidin. Adapun sisanya memilih berpindah ke rumah keluarga, di Ciledug hingga Depok.
Warga Karet Pasar Baru Timur, Jakarta Pusat terpaksa makan malam dalam situasi gelap karena pemadaman listrik di wilayah itu masih berlanjut menyusul banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya sejak Tahun Baru 2020, Kamis (2/1/2020)./Bisnis-Rayful Mudassir
Secara keseluruhan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 2.314 orang di Jakarta Pusat (Jakpus) mengungsi. Wilayah ini berada dekat dengan pusat bisnis dan pemerintahan, baik tingkat provinsi maupun nasional.
Setidaknya ada dua lokasi banjir di Jakpus. Selain Karet Pasar Baru Timur, banjir juga menyerang Kelurahan Serdang, Kemayoran. Bahkan, di lokasi ini seorang pemuda bernama Arfiqo Alif Ardana tewas akibat tersengat listrik.
Arfiqo hanya satu dari 30 korban jiwa yang jatuh di Jabodetabek. Selain sengatan listrik, korban meninggal juga terjadi akibat hipotermia, terseret arus banjir, hingga tertimbun longsor.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo mengatakan debit hujan saat ini, terbilang cukup tinggi dibandingkan 2 dekade terakhir.
“Data dari beberapa titik pengukuran [per Rabu (1/1)] adalah titik TNI AU Halim 377 milimeter (mm), Taman Mini 335 mm, dan Jati Asih mencapai 259 mm,” terangnya, Rabu (1/1).
Angka ini terbilang tinggi dibandingkan dengan intensitas hujan yang terjadi di Jakarta sejak 1996.
Banjir yang terjadi selama 2 hari berturut-turut menimbulkan kerugian bagi warga. Perlengkapan rumah tangga seperti kulkas dan televisi rusak. Kendaraan bermotor dan mobil terendam.
Ketua RT 11 RW 9 Karet Pasar Baru Timur Dedi Suradi geram dengan situasi ini dan menuding instansi terkait lamban dalam penanganan banjir. Menurutnya, ada beberapa alasan banjir kali ini tak seperti biasanya.
Pengendara motor berupaya melewati jalan yang masih tergenang banjir di wilayah Karet Pasar Baru Timur, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2020)./Bisnis-Rayful Mudassir
Pertama, petugas dinilai tak sigap menutup pintu air di sekitar titik banjir. Akibatnya, luapan air masuk ke kawasan itu.
Kemudian, gedung bertingkat di sekitar lokasi diklaim tak memiliki saluran air sendiri ke arah sungai. Hal ini turut meningkatkan debit air di pemukiman warga.
“Kesal saja dengan otoritas, respons birokrasinya. Begitu kita lihat tinggi [permukaan air], pintu air harusnya jangan kalah cepat sama warga [untuk ditutup]. Begitu posisi hujan terus, harusnya instansi, aparat, punya bagian yang harus pantau itu,” keluh Dedi.
Meski paham musim penghujan masih panjang, warga berharap hujan tak turun di ibu kota untuk sementara waktu.
“Pengin bersihin rumah dulu, kasian barang-barang [elektronik] enggak bisa dipakai lagi,” ucap Yadi.