Bisnis.com, TANGSEL- Sejumlah pemijat tunanetra di daerah Tangerang Selatan terpaksa beralih profesi menjadi penjual kerupuk keliling karena kehilangan pelanggan.
Kecenderungan mereka beralih profesi itu terjadi sejak setahun terakhir ini ketika bidang jasa yang mereka geluti mulai diminati banyak orang yang berpenglihatan normal dengan membuka usaha pijat tradisional dan refleksi.
Abdurahman, pemijat tunanetra di Cempaka Putih, Ciputat Timur Tangsel, mengatakan di antara tunanetra yang berdagang kerupuk keliling itu sebelumnya sempat mengamen di atas kereta api Jabodetabek.
“Mereka terpaksa berdagang kerupuk keliling atau mengamen karena pelanggannya pada pergi sejak banyak dibuka pijat refleksi yang dilakukan orang-orang berpenglihatan normal,” katanya, Rabu (28/1/2015).
Menurutnya, tidak sedikit penyandang tunanetra yang akhirnya merasa senang berjualan kerupuk keliling kerena banyak pembeli yang merasa iba dengan memberi kelebihan uang dari yang seharusnya dibayarkan.
Abdurahman yang juga anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Tangsel, menjelaskan tarif pijat tunanetra dan pijat refleksi yang dikelola orang berpenglihatan normal itu relatif sama sekitar Rp45.000-Rp50.000 per jam.
Tarif tersebut bukan untuk dirinya semua, tetapi dibagi untuk setoran sewa tempat, uang makan dan ongkos jalan, karena pada umumnya beberapa tunanetra menyewa tempat untuk praktik bersama, atau ikut temannya yang memiliki tempat sendiri.
“Makanya, kalau sehari praktik hanya mendapat 1 atau 2 pasien itu hitung-hitungannya rugi, karena harus dipotong setoran, uang makan dan ongkos jalan. Apalagi kalau dia sudah berkeluarga,” ujarnya.
Dia mengharapkan ada upaya dari instansi terkait di Pemkot Tangsel yang memperhatikan nasib pemijat tunanetra agar mampu bersaing dengan usaha pijat tradisional atau refleksi yang dilakukan orang berpenglihatan normal.