Bisnis.com, JAKARTA – Hidup segan mati tak mau. Begitulah kondisi PT Ratax Armada kini. Area pool taksi yang beralamat di Jalan Raya Kebayoran Lama nomor 12, Jakarta Selatan, itu lebih mirip seperti bengkel yang luas. Bangunannya juga terlihat tua dan tak terawat. Kantornya sepi dan tak ada petugas di bagian loket.
Saat Bisnis.com menyambangi kantor Badan Usaha Milik Daerah DKI itu, Kamis (2/4/2015) siang, sedikitnya ada 30 taksi sedan warna putih dengan nama Jakarta Metro terparkir di lapangan. Sekitar 10 sopir taksi duduk di kantin pojok kompleks kantor.
“Kalau bisa suruh gusur sajalah sama pak Ahok [Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama]. Sudah enggak jelas ini perusahaannya, yang di dalam itu banyak yang tipu-tipu,” kata seorang sopir yang tidak mau disebutkan namanya kepada Bisnis.com.
Mereka merasa tak bisa bekerja dengan penuh semangat lantaran perusahaan yang tak kunjung membaik. “Kita lebih sering di pool daripada narik penumpang, karena enggak ada yang mau pakai taksi kita lagi,” tambah rekannya yang lain yang sudah 10 tahun bekerja di Ratax.
Nama Ratax Armada mungkin asing di telinga sebagian kalangan masyarakat Ibukota. Padahal perusahaan ini pada 1970-an sempat booming sebagai pionir taksi dengan radio komunikasi sehingga disebut radio taksi alias Ratax. Namun, kini kondisinya memprihatinkan sekaligus mendatangkan tanda tanya.
Supiyati, salah satu staf personalia yang merangkap Humas sempat menutupi kondisi terkini PT Ratax. “Kita masih banyak yang beroperasi kok, hari kini kebetulan banyak pramudinya yang libur saja,” katanya.
Dia mencoba menghalangi ketika Bisnis.com meminta waktu untuk bertemu dengan direksi perusahaan. “Tidak ada di sini. Saya saja jarang ketemu, [direktur] jarang berkantor ke sini Mba. Saya enggak tahu struktur dan nama direktur yang lainnya, saya hanya kerjain saja,” ucapnya.
Perusahaan terbuka ini dimiliki Pemda DKI patungan dengan swasta PT Better Teknik Asia. Persentase saham DKI 28% dari total saham disetor sebesar Rp5,5 miliar, atau sekitar Rp1,54 miliar. PT Better Teknik Asia yang baru masuk pada 2013 memiliki 72% saham atau sekitar Rp3,96 miliar.
Direktur PT Ratax Armada Irzal Z. Djamal yang menyebut perusahaannya memang sudah lama merugi. “Sudah bangkrut, cashflow-nya negatif terus, pada 2013 kita rugi miliaran rupiah,” kata Irzal di kantornya, Kamis (2/4/2015).
Masalah buruknya manajemen diduga jadi penyebab Ratax terus terjun bebas di zona raport merah. Dia menyebut awalnya armada perusahaan ini sempat mencapai 500 unit. Namun, saat dia mulai masuk ke Ratax pada Juli 2013, taksi yang “diwariskan” saat itu hanya tersisa 10%.
Dari 50 unit taksi, tak semuanya beroperasi. Ada satu yang rusak karena terbakar, satu rusak akibat tabrakan, ada yang sedang diperbaiki di bengkel. Kebanyakan terparkir di pool karena tak ada penumpang.
Ratax kesulitan bersaing dengan perusahaan taksi di Jakarta yang punya armada ribuan unit. Apalagi taksinya pun kebanyakan sudah berusia di atas 10 tahun tapi belum bisa diremajakan karena tak punya modal. Kondisi Ratax adalah salah satu potret BUMD DKI yang terus menerus merugi dan tak bisa bersaing maupun berinovasi.