Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari hasil pemeriksaan Laporan Keuangan tahun 2023 yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut disampaikan oleh Anggota V BPK, Ahmadi Noor Supit dalam sidang paripurna DPRD DKI Jakarta yang berlangsung pada hari ini. Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono juga hadir dalam pergelaran tersebut.
“Berdasarkan analisis dampak-dampak permasalahan yang ditemukan dalam proses pemeriksaan dengan mempertimbangkan kesesuaian dan kewajaran laporan keuangan sesuai standar pemerintah, termasuk rencana aksi perbaikan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian,” katanya di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2024).
Dengan demikian, menurut Ahmadi, Pemprov DKI Jakarta telah berhasil mempertahankan raihan opini WTP unuk ketujuh kali berturut-turut.
“Capaian ini hendaknya menjadi dorongan untuk selalu meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah serta meningkatkan kualitas laporan keuangan, sehingga akan menjadi prestasi yang patut dibanggakan,” sambungnya.
Namun demikian, pihaknya masih menemukan beragam permasalahan pengelolaan keuangan di lingkup Pemprov DKI.
Baca Juga
Permasalahan pertama terletak pada Aset Tetap Tanah di lokasi Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang berpotensi tercatat ganda, pencatatan bidang tanah pada lokasi SIPPT belum seluruhnya didukung BAST dari pengembang, dan penyelesaian Aset Tetap Konstruksi Dalam Pengerjaan yang berlarut-larut.
Lebih lanjut, Pemprov DKI juga belum menerima pendapatan dari sewa lahan oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Bank DKI, dan pihak ketiga lainnya serta potensi pendapatan atas pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD) yang belum didukung perjanjian kerja sama.
Berikutnya, masih terdapat kekurangan volume atas pelaksanaan beberapa paket pekerjaan dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum dikenakan denda.
Keempat, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki mekanisme pencatatan atas penerimaan hibah langsung dari pemerintah pusat.
“Kelima, penyaluran bantuan sosial kepada beberapa penerima tidak memenuhi kriteria pada Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan,” tandas Ahmadi.