Bisnis.com, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta akhirnya mengizinkan kepada pihak swasta yang berminat mengelola 529 bus buatan Cina yang tidak digunakan PT. Transportasi Jakarta lantaran terganjal kasus bus berkarat.
Namun demikian, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memberikan syarat bahwa operator bus tersebut harus bersedia bekerja sama dengan PT Transportasi Jakarta dan dikenakan perjanjian pembayaran tarif per kilometer.
Pemberian izin ini diberikan oleh Ahok - sapaan akrab Basuki, lantaran berdasarkan hasil penyelidikan, ratusan bus tersebut sudah boleh digunakan kembali.
“Hasil penyelidikannya sudah boleh dipakai. Hanya mungkin kami nggak mau membelinya. Kalau operator swasta mau membelinya ya silahkan. Nanti vendor yang akan kerja sama dengan operator. Dan kami bayar rupiah per kilometer dibawah koordinasi PT Transjakarta," tutur Ahok, Kamis (23/4).
Menurut Ahok, meskipun hasil penyelidikan dikatakan bisa untukdigunakan kembali, namun pihaknya enggan menanggung resiko jika terjadi kerusakan kembali saat bus-bus tersebut dioperasikan oleh pemerintah, sehingga dirinya mempersilahkan kepada swasta apabila ada yang berminat.
"Kami mau pakai operator saja. Kami mau fokuskan dengan sistem pembayaran rupiah per kilometer. Lalu ada sanksi kalau operator punya bus, tapi nggak jalan. Gitu saja,” ujarnya.
Menurutnya dengan sistem pembayaran rupiah per kilometer, maka perawatan dan pemeliharaan bus-bus tersebut menjadi tanggung jawab operator.
Karena itu, lanjutnya apabila terjadi kerusakan atau mogok di tengah jalan saat operasional, maka Pemprov DKI dapat meminta pertanggungjawaban dari operator bus tersebut.
Diketahui, awalnya keberadaan sekitar 529 bus ukuran sedang dan bus gandeng tersebut untuk membantu penambahan armada transportasi publik di Jakarta.
Namun, dalam perjalananya, ratusan bus buatan Cina ini terganjal kasus bus berkarat. Bus ini disediakan untuk kebutuhan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) dan bus Transjakarta.
Bus ini belum dioperasikan sama sekali pascapenangkapan mantan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Udar Pristono lantaran tersangkut kasus 14 bus sedang dan bus gandeng Transjakarta yang berkarat.
Sementara itu, salah satu operator bus di DKI Jakarta, PT Metro Kota TransJakt, mengaku siap memanfaatkan ratusan bus asal Cina yang saat ini mangkrak untuk peremajaan Metromini.
Direktur Operasional PT Metro Kota TransJakt, Bambang Gunarto mengatakan pihaknya siap melakukan peremajaan sejumlah bus ukuran sedang alias Bus Kota Terintegerasi Busway (BKTB) dari Cina yang selama ini tidak digunakan pemerintah.
"Saat ini kan banyak bus ukuran sedang buatan Cina dari anggaran 2013 lalu yang terparkir begitu saja dan tidak terpakai. Kami siap memanfaatkannya untuk meremajakan Metromini," tuturnya.
Menurutnya apabila keinginannya itu dapat direspon dengan baik oleh pemerintah, maka dapat segera membantu mengatasi permasalahan angkutan umum di DKI Jakarta yang tidak layak selama ini.
Dengan peremajaan, lanjutnya juga akan membantu lebih cepat dalam pemenuhan kebutuhan armada bus, dari pada menunggu perakitan baru yang rata-rata paling cepat butuh 6 bulan.
Pihaknya mengaku berencana mengganti sejumlah armada Metromini yang ada di Jakarta, dengan bus buatan Cina ukuran sedang yang berkapasitas tempat duduk sekitar 20 orang duduk dan 15 orang berdiri itu.
"Kami berencana meremajakan sekitar 200 unit. Pilot project-nya untuk menggantikan Metromini," tuturnya.
Pihaknya mengaku telah mengirimkan surat resmi kepada Pemprov DKI Jakarta dan berharap mendapatkan dukungan.
Seperti diketahui, Dishub DKI di bawah kepemimpinan Kepala Dishub DKI Udar Pristono mengadakan lelang untuk penambahan armada bus transjakarta dan bus sedang.
Lelang penambahan armada bus ada 14 paket. Dari 14 paket tersebut, baru 4 paket dengan jumlah bus sebanyak 125 unit senilai total Rp402,29 miliar telah dibayarkan lunas dan telah dioperasikan.
Sedangkan, sisanya 10 paket baru dibayarkan uang mukanya 20%. Dari 10 paket ini, jumlah bus mencapai 529 bus, 14 unit diantaranya ditemukan berkarat dan sudah diperbaiki pihak agen pemegang merek.