Bisnis.com, JAKARTA - Penambahan berbagai moda transportasi publik dan penerapan sistem rupiah kilometer per jam diyakini akan menurunkan minat warga DKI menggunaan kendaraan pribadi.
Direktur Utama PT Transjakarta Antonius NS Kosasih optimis bahwa layanan angkutan umum bisa diatur dengan baik jika para supir tidak lagi diwajibkan memberikan setoran tetapi digaji.
Kosasih menerangkan, bahwa pelayanan umum juga sebarusnya tidak tergantung penuh atau tidaknya penumpang teyapi harus sesuai dengan jadwal yang diinginkan penumpang.
"Iyu bisa dicapai kalau tidak ada sistem setoran," jelasnya.
Tercatat ada 17 juta kendaraan pribadi beroperasi di Jakarta setiap harinya yang terdiri dari meliputi mobil dan motor. Misalkan rata-rata tiap satu mobil ditumpangi 2 orang, motor ditumpangi maksimal 2, berarti ada sekitar 34 juta orang yang menggunakan kendaraan pribadi setiap harinya.
"Kalau semakin banyak angkutan umun yang terintegrasi, tentu akan memudahkan orang untuk bermobilitas. Jumlah kendaraan pribadi bisa berkurang," paparnya.
Kosasih berpendapat warga DKI diperbolehkan memiliki mobil pribadi sebagai penanda status. Ke depannya, Kosasih menyarankan agar warga DKI membiasakan diri menggunakan transportasi publik.
Pasalnya kehadiran sistem rupiah per kilometer untuk Transjakarta dan Kopaja terintegrasi akan membuat warga tak akan kekurangan bus, atau menunggu bus terlalu lama.
" Mau keluar rumah naik bus, atau Kopaja ke stasiun LRT. Setelah naik LRT, begitu turun langsung tersedia halte Transjakarta, ketika naik tak perlu membayar lagi. Bisa juga naik MRT, tinggal jalan ke bawah. Naik MRT-nya juga tidak perlu bayar lagi," jelasnya.
Jika membaca situasi tersebut Kosasih optimis lambat laun warga DKI justru enggan menyetir berjam-jam.