Bisnis.com, BEKASI - Kendati menjadi kawasan industri dengan 5.000 perusahaan, masyarakat Kabupaten Bekasi dinilai tengah diintai gizi buruk.
Hamdi, Sekretaris Ikatan Alumni UIN Jakarta Bekasi Raya mengatakan, tidak kurang dari Rp1 triliun pajak industri dari Kabupaten Bekasi yang masuk ke kas pemerintah pusat per tahun. Namun besaran pajak itu, katanya, belum memberi pengaruh besar dalam kesejahteraan masayarakat Kabupaten Bekasi.
"Bahkan Kabupaten Bekasi saat ini bisa dikatakan diintai oleh gizi buruk," katanya, Selasa (1/3/2016).
Sedikitnya terdapat tiga variabel yang menjadikan Kabupaten Bekasi tengah diintai gizi buruk. Pertama, terkait kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi.
Data tersebut menunjukkan ada peningkatan angka kemiskinan dari 331 ribu jiwa menjadi 361 ribu jiwa penduduk miskin di Kabupaten Bekasi. Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) kurang lebih mencapai 10,450 jiwa yang terdiri balita telantar, anak telantar, lansia, disabilitas dan anak jalanan.
"Semakin tinggi angka kemiskinan, maka semakin tinggi pula angka gizi buruk."
Variabel kedua, terkait infeksi penyakit yang dialami oleh masyarakat Kabupaten Bekasi sebagai dampak turunan dari gizi buruk. Data BPS Kabupaten Bekasi menunjukkan, kurang lebih terdapat 1.014 bayi terinfeksi saluran pernapasan akut, diare 192 jiwa. Sementara, bayi berumur 29 hari-1 tahun yang terinfeksi penyakit mencapai 56,240 jiwa.
Variabel ketiga, adalah minimnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan anak. Kesadaran akan pemanfaatan posyandu, katanya, masih rendah. Hal ini terlihat, dari 100 ibu menyusui hanya 3 hingga 5 orang yang mendatangi posyandu.
Pada sisi lain, jumlah dokter spesialis gizi di Kabupaten Bekasi masih sangat sedikit. Dari 16 dokter umum, hanya 1 dokter yang menjadi spesialis gizi.
"Selain persoalan rendahnya pemahaman kesehatan anak, hal ini ditambah medan jalan dari rumah menuju posyandu yang jauh dan rusak."