Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan surat edaran kepada Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun agar melibatkan semua pihak dalam rapat umum tahunan.
Konflik yang terjadi di lingkungan rumah susun milik (Rusunami) atau apartemen antara pengelola dan penghuni kerap terjadi. Bahkan, konflik tersebut sering berlanjut ke ranah pidana.
Hal ini yang membuat kehidupan di hunian vertikal tersebut tidak harmonis. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sedang menyiapkan Peraturan Gubernur yang mengatur tentang pengelolaan rumah susun (rusun).
Pergub ini mendapatkan asistensi langsung dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengingat belum adanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri (Permen) yang terbit sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Adapun, permasalahan yang kerap muncul di lingkungan Rusunami, yakni perbedaan pendapat tentang Rapat Umum Tahunan (RUTA) yang tidak partisipatif terhadap pemilik dan penghuni Rusun, baik dari skema Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) dan pilihan hari RUTA pada jam kerja dan bukan di lingkungan rusun padahal keputusan penting kerap hadir di RUTA.
Selain itu, tentang Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) atau dikenal juga sebagai service charge.
Pemutusan Listrik
Warga yang merasa tidak sepakat dengan kenaikan IPL lewat RUTA tidak partisipatif kebanyakan menolak melakukan pembayaran dengan harga baru.
Selisih harga IPL ini yang kerap jadi alasan pemutusan listrik dan air di hunian warga meskipun penghuni telah melakukan pembayaran listrik dan air.
Masalah perbedaan pendapat terkait harga IPL tidak terbuka di ruang diskusi antara pengelola dan penghuni rusun.
Permasalahan listrik di rumah susun ini juga menjadi perhatian mengingat adanya Permen Energi Sumber Daya dan Mineral Nomor 31 Tahun 2015 dimana tidak boleh ada penjualan listrik selain pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
Warga tidak boleh membayar di atas Tarif Dasar Listrik dan alat ukur pembayaran listrik harus sesuai dengan standar yang dimiliki oleh PLN.
Dalam banyak Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) maupun Tata Tertib PPPSRS ada pengaturan tambahan bahwa ada pengenaan sanksi pemutusan utilitas listrik dan air setelah diberikan surat peringatan 1, 2 dan 3 kepada pemilik ata penghuni atas selisih bayar atautunggakan IPL.
Padahal, ketentuan sanksi tersebut tidak ada pada Keputusan Menteri Perumahan Rakyat (saat ini Kementerian PUPR) Nomor 6 Tahun 1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni.
Optimalisasi
Menurut keterangan resmi Pemprov DKI, Pergub untuk pengelolaan rusun yang baru akan memuat hal-hal yang sering dilaporkan oleh warga kepada Dinas Perumahan dan Permukiman DKI Jakarta. Permasalahan itu seperti tata cara RUTA yang baik, pengelolaan IPL, pengawasan terhadap PPPSRS dan lain-lain.
Saat ini penyusunan pergub sedang dalam tahap finalisasi dan pengumpulan pendapat dari asosiasi pemilik Rusun seperti Aperssi, Kapri dan PPPRSI.
Selain itu, untuk menjembatani proses terbitnya pergub dan menanggapi aduan dari warga terhadap pemutusan listrik dan air, Pemprov DKI mengeluarkan Surat Edaran Gubernur yang ditujukan kepada Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS).
Surat edaran ini berisi tentang optimalisasi pembinaan pengelolaan rusunami atau apartemen. Surat edaran ini merupakan bagian dari fungsi Pemprov untuk menjalankan pengawasan dan pengendalian implementasi peraturan perundang-undangan.
“Pemprov menginginkan agar kehidupan yang nyaman, aman, serasi dan sehat di lingkungan Rusunami dapat terwujud,” kata Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dalam keterangan resmi, Rabu (29/8/2018).
Transparansi
Dalam poin pertama surat edaran itu Pemprov meminta PPPSRS di Jakarta melakukan penyesuaian AD/ART serta Aturan Penghunian (house rule) sesuai dengan Keputusan Menteri Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 6 Tahun 1995. Peraturan ini juga harus memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Dalam surat edaran yang ditandatangani Gubenur DKI Jakarta tersebut, Pemprov DKI meminta PPPSRS menghapus ketentuan pemutusan utilitas listrik dan air yang menjadi sanksi atas keterlambatan dan selisih pembayaran IPL.
Pemprov DKI Jakarta juga mengharuskan pemisahan atas komponen pembayaran IPL dengan tagihan atas pemakaian utilitas listrik dan air pada unit yang ditagihkan kepada para pemilik atau penghuni.
Selain itu, Pemprov DKI menginstruksikan juga kepada PPSRS untuk mengedepankan prinsip transparansi, membangun, dan menjalin komunikasi, serta melibatkan partisipasi pemilik atau penghuni sehingga dapat tercipta keharmonisan bertempat tinggal di rusunami.
Dalam poin kedua Surat Edaran bernomor 16/SE/2018 tersebut, Gubernur meminta agar PPPSRS melaksanakan semua hal yang tercantum dalam poin pertama dengan secepat-cepatnya.
Pemprov DKI Jakarta akan memberikan sanksi sesuai perundang-undangan yang berlaku bagi PPPSRS yang tidak melaksanakan apa yang tercantum dalam surat edaran tersebut. Sanksi yang bisa diberikan bisa berupa sanksi sesuai aturan perundangan.