Bisnis.com, JAKARTA — Komisi B DPRD DKI Jakarta menyoroti Surat Keputusan (SK) tentang Reklamasi Ancol yang diterbitkan pada masa kepemimpinan Gubernur DKI Anies Baswedan.
Surat tersebut dinilai tidak memiliki landasan hukum yang jelas.
“Reklamasi Ancol ini SK nya adalah Kepgub 273, ini belum jelas dasar hukumnya. Pada waktu itu kami sudah perdebatkan namun di pending dulu,” ujar Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak kepada awak media yang dikutip Minggu (22/1/2023).
Gilbert mempermasalahkan pembagian luas reklamasi, di mana Pemprov DKI hanya mendapatkan 5 persen saja, sementara ada daratan yang ditargetkan 120 hektare dalam SK Kepgub tersebut.
“Dasar penentuan luasnya dari mana? Itu yang pernah saya tanyakan dulu. 20 tahun saja kita hanya bisa 20 hektare, dan Ancol hanya mengatakan bahwa lahannya diambil dari lumpur kerukan sungai,” jelas Gilbert.
Gilbert pun tidak mengetahui apakah Kepgub yang ditunda tersebut diam-diam di jalankan. Namun jika benar dijalankan menurut dia hal ini tidak benar, baik dari sisi good governance dan transparansi.
“Kalau Kepgub nya sama kayak yang dipending dulu, ini masalah serius karena waktu itu Kepgub nya tak punya dasar hukum yang jelas, kedua amdalnya kita ngga percaya, sebab 20 tahun aja cuma bisa timbun 20 hektare, 120 hektare mau berapa tahun lagi?,” jelas Gilbert.
Berdasarkan catatan Bisnis, Anies telah mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020. Beleid ini mengizinkan perluasan kawasan rekreasi Dufan seluas lebih kurang 35 hektare dan kawasan rekreasi Taman Impian Jaya Ancol seluas lebih kurang 120 hektare dengan cara reklamasi.
“Ya, kawasan [Ancol] ini memang dirancang untuk berkembang sebagai pusat kegiatan wisata. Bukan saja bagi Indonesia, tapi harapannya bagi Asia Tenggara, bahkan Asia,” kata Anies dalam video yang diunggah oleh akun Youtube Pemprov DKI.
Anies mengatakan, bahwa proyek reklamasi Ancol berbeda dengan reklamasi 17 pulau, 14 di antaranya telah dihentikan. Perbedaan itu terletak pada cara, penyebab, dan pemanfaatan lahan.
Anies menjelaskan, bahwa ada dua sumber tanah dan lumpur untuk mereklamasi Ancol, yakni hasil pengerukan sungai dan waduk serta tanah penggailan terowongan MRT. Dikatakan, lumpur dari hasil pengerukan sungai dan waduk telah 11 tahun ditumpuk di Ancol. Hasilnya, kawasan reklamasi yang terbentuk sekitar 20 hektare.
Namun, lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh BUMD Pembagunan Jaya Ancol karena tidak memiliki Hak Pengelolaan Lahan. Oleh karena itu, kemudian Anies mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 yang mengizinkan perluasan kawasan rekreasi Dufan dan Taman Impian Jaya Ancol seluas 155 hektare.
Dijelaskan 20 hektare yang telah terbentuk saat ini termasuk bagian dari total reklamasi kawasan Ancol dan Dufan dalam Kepgub 237/2020.