Bisnis.com, JAKARTA - Penataan trotoar tengah digencarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan capaian sekitar 30% (2023) dari total target 2.600 kilometer pada 2030. Selain merevitalisasi trotoar, Dinas Bina Marga (BM) DKI Jakarta berbagi tugas dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, yakni Dinas BM menurunkan sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) ke bawah dan Dinas SDA merehabilitasi saluran air.
Pemindahan jaringan utilitas berupa jaringan kabel listrik, telepon, dan serat optik, serta jaringan perpipaan air bersih, gas, dan air limbah ke bawah tanah/trotoar harus dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 10—20 tahun, tetapi bergantung pada tingkat kesulitan pemindahan jaringan.
Hasilnya kelak dapat kita lihat, bagaimana jalur pejalan kaki dan jalanan pusat kota bebas dari kabel–kabel yang bergelantungan di atas trotoar atau bongkar-pasang trotoar hingga penutupan jalan untuk perbaikan jaringan utilitas setiap tahun tinggal kenangan. Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?
Pertama, Dinas BM DKI Jakarta perlu segera menyusun dan menyosialisasikan Rencana Induk Sarana Jaringan Utilitas (SJUT) kepada para penyedia jasa SJUT. Saat ini Jakarta baru memiliki Perda No. 8/1999 tentang Jaringan Utilitas (tengah direvisi bersama DPRD DKI Jakarta), yang dalam pelaksanaannya dilengkapi dengan sejumlah peraturan gubernur, seperti Pergub No. 106/2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utiltias.
Keterpaduan pembangunan SJUT yang berkelanjutan meliputi perencanaan, penyelenggaraan, dan penempatan. Selain itu, diperlukan dokumentasi, kesempatan memetakan jaringan utilitas yang ada saat pekerjaan konstruksi, dan penggunaan teknologi baru untuk survei jaringan tanpa membongkar trotoar/jalan. Peta-peta ini haruslah transparan serta mudah dibaca dan diunduh.
Kedua, Rencana Induk Jaringan Utilitas (RIJU) disusun dengan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah (Perda DKI Jakarta No. 1/2012), Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (Pergub DKI Jakarta No. 31/20212), dan Rencana Induk Penyelenggaraan Jaringan Utilitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. RIJU disusun untuk jangka waktu 5 tahun yang ditetapkan dengan peraturan gubernur.
Baca Juga
Pembangunan SJUT harus memperhatikan Rencana Keterpaduan Penempatan Jaringan Utilitas yang ditetapkan setiap satu tahun sekali. Program tahunan penempatan jaringan utilitas, harus memuat lokasi rencana jaringan utilitas yang akan dipasang, kebutuhan kapasitas penggunaan, dimensi ruang dan utilitas yang diperlukan, serta jadwal pelaksanaan. Penyampaian program tahunan ini dilaksanakan paling lambat akhir bulan November setiap tahun anggaran.
Ketiga, setiap penempatan jaringan utilitas dan bangunan pelengkap pada SJUT yang dikelola Pemerintah DKI Jakarta harus dikenakan retribusi daerah dan/atau tarif layanan/pemanfaatan barang milik daerah atas penempatan jaringan utilitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Hasil retribusi diperlukan untuk pemeliharaan, perawatan, dan pengembangan SJUT ke depan tanpa harus membebani APBD.
Retribusi daerah adalah pungutan pemerintah daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (UU 1/2022 tentang Hubungan Keungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah).
Keempat, pembangunan infrastruktur bawah tanah, termasuk pembangunan SJUT, dapat menerapkan teknologi trenchless yang mampu menggarap pekerjaan di bawah permukaan tanah tanpa galian (Direktorat Keberlanjutan Konstruksi, Ditjen Bina Konstruksi, Kementerian PUPR, 2023). Teknologi ini menjadikan pelaksanaan pekerjaan konstruksi bawah tanah akan lebih efisien, memiliki risiko lebih rendah terjadinya kecelakaan kerja konstruksi, serta tidak akan mengganggu lalu lintas kendaraan saat pekerjaan konstruksi.
Penerapan trenchless adalah dengan menggunakan alat horizontal directional drill (HDD). Dengan teknologi HDD hanya memakan waktu pengerjaan setengah dari waktu pengerjaan dengan sistem open trench (galian terbuka) yang seringkali menutup sebagian/seluruh badan jalan dan menyebabkan kemacetan lalu lintas selama pekerjaan konstruksi berlangsung.
Kelima, pembangunan Sodetan Sungai Ciliwung ke Banjir Kanal Timur yang tengah dikerjakan Kementerian PUPR telah menerapkan teknologi ini. Selain itu, pekerjaan Denpasar Sewerage Development Project, Metropolitan Sanitation Management and Health Project di Medan dan Yogyakarta, sehingga memungkinkan diterapkan dalam pembangunan SJUT di Jakarta.
Relokasi SJUT ke bawah akan membuat trotoar terlihat nyaman, tidak tampak kabel bergelantungan di atas atau pipa/kabel menyembul dari bawah yang membahayakan pejalan kaki. Selain itu, memberikan pengalaman ruang baru, menghidupkan ruang terbuka publik di pusat kota, meningkatkan interaksi sosial dan budaya, serta menambah faktor keamanan dan kenyamanan warga kota untuk berjalan/beraktifitas di trotoar.