Bisnis.com, JAKARTA-Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, belum signifikan turut mengatasi masalah sampah di Jakarta, karena baru menyerap 0,7% sampah dari Jakarta.
Sekretaris Jendral Koalisi Perkotaan Jakarta, Ubaidillah, mengatakan proyek PLTSa hanya menyerap dan mengolah sampah sebanyak 50 ton per hari, jauh dibawah produksi sampah Jakarta mencapai 7.000 ton per hari. Dengan kata lain, volume sampah Jakarta yang terserap di PLTSa tersebut hanya 0,7%.
“Artinya pengolahan sebanyak 50 ton per hari itu hanya 0,72 % dari produksi sampah di Jakarta yang mencapai 7.000 ton per hari,” katanya kepada Bisnis Kamis (29/3/2018).
Menurutnya, kemampuan proyek PLTSa yang hanya memanfaatkan sampah sebanyak 50 ton per hari, itu tidak signifikan untuk mengatasi dan mengurangi volume sampah Jakarta yang mencapai 7.000 ton per hari.
Dia menjelaskan Indonesia Marine sebagai pihak swasta yang dipercaya dan disetujui membangun proyek tersebut harus profesional dan membuktikan mampu membangun proyek berkelas internasional tersebut.
Selain itu, lanjutnya, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bantargebang itu harus tidak memberikan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungannya.
Baca juga: PERTAMINA rintis pembangkit listrik tenaga sampah
Sementara itu Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Unggul Priyanto, sebelumnya menjelaskan Pemprov DKI Jakarta dan BPPT sepakat menerapkan sistem pengelolaan sampah termal di TPST Bantargebang.
“Pengolahan sampah secara termal ini ramah terhadap lingkungan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran,” kata saat menjelaskan tengtang groundbreaking pembangunan pilot project senilai Rp900 miliar tersebut pada 21 Maret 2018.
Menurutnya, teknologi pengolahan sampah secara termal tipe stoker grate itu dapat menghasilkan listrik dari sampah yakni PLTSa dengan kapasitas 50 ton per hari menghasilkan listrik 400 kW.
Teknologi termal itu, lanjutnya, paling banyak dipakai di negara maju, seperti Jepang dan Jerman serta negara-negara di Eropa lainnya karena dilengkapi sarana pengendalian pencemaran air dan udara, sehingga aman bagi lingkungannya.