JAKARTA-Pertumbuhan penjualan kendaraan mencapai 1 juta unit pada 2012 merupakan keberhasilan industri otomotif nasional, namun berpotensi memperparah kemacetan lalu lintas di Jakarta dan kota besar lainnya di Tanah Air.
A. Izzul Waro, Ekskutif Institut Studi Transportasi Indonesia, mengatakan kemacetan lalu lintas semakin parah di Jakarta dan daerah sekitarnya menyusul pesatnya pertumbuhan penjualan kendaraan yang tidak diimbangi oleh pertambahan panjang jalan.
"Pesatnya pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi mengakibatkan rasio kapasitas jalan semakin tidak seimbang dengan okupansinya sehingga tingkat kemacetan lalu lintasnya menjadi semakin parah," katanya di Jakarta, Jumat (16/11/2012).
Menurutnya, upaya mengatasi masalah kemacetan lalu lintas di Jakarta bukan hanya dengan membangun infrastruktur, baik dalam bentuk jalan layang nontol yang sudah direalisasikan maupun masih dalam perencanaan yaitu ruas jalan layang tol dalam kota.
Pembangunan jalan layang tol dalam kota bukan merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas yang semakin parah di Ibu Kota, karena justru akan mendorong pemilik mobil pribadi menggunakan kendaraannya karena ada jalan yang lancar.
Selain mendorong penggunaan kendaraan pribadi, lanjutnya, fungsi jalan layang ton dalam kota juga hanya memindahkan kemacatan lalu litas di satu lokasi tertentu ke tempat yang lain, termasuk kawasan sekitar di pintu masuk dan keluar dari jalan bebas hambatan tersebut.
"Karena itu kami dalam forum Dewan Transportasi Kota Jakarta menolak pembangunan jalan layang tol dalam kota karena tidak bisa menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas dan angutan umum," ujarnya.
Izzul yang juga anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, menilai tepat langkah Gubernur DKI Joko Widodo mendorong pembangunan sarana angkutan umum meliputi mass rapid transit, monorail serta pengembangan jaringan dan penambahan armada bus Transjakarta.
Sarana transporasi masal yang memadai dari segi setersediaan armada, jaminan ketepatan waktu sampai tujuan, kenyamanan dan keamanan serta tarif terjangkau itu menjadi daya tarik pemilik kendaraan pribadi beralih moda transportasi ke angkutan umum tersebut.
Sementara itu, lanjutnya, tarif parkir kendaraan bermotor di badan jalan (on street) harus lebih mahal hingga mencapai lebih dari 100% di atas tarif parkir di dalam gedung atau area khusus parkir (off street) sehingga fungsi ruas jalan menjadi lebih optimal.
Menurutnya, Pempro DKI juga mendorong perusahaan pengelola jalan tol agar mengalokasikan sebagian dari dana corporate social responsibility untuk kegiatan yang berkaitan dengan program peningkatan sarana angkutan umum dalam kota.
Dia mengatakan permintaan serupa juga disampaikan kepada para agen tunggal pemegang merek mobil di Indonesia agar berkontribusi terhadap pembangunan infrastruktur jalan dan sarana transportasi masal di Ibu Kota, selain yang telah dibayar melalui pajak dan retribusi.
"Pemprov sendiri harus konsisten mengeluarkan anggaran yang lebih besar dari pos penerimaan pajak dan retribusi kendaraan bermotor untuk semua program yang berkiatan dengan penyediaan sarana angkutan masal di Ibu Kota," ujarnya.(faa)