BISNIS.COM, JAKARTA--Polemik pinjaman Bank Dunia untuk program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) sebesar Rp1,2 triliun belum ada titik temu. Pemerintah Provinsi DKI meminta waktu jatuh tempo pinjaman dipersingkat menjadi 2 tahun sesuai perkiraan proyek.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan jika Bank Dunia bersedia menurunkan tenor pinjaman dari 5 tahun menjadi 2 tahun kemungkinan Pemprov menerima tawaran pinjaman. Namun perlu dipertimbangkan juga kebijakan Bank Dunia yang cenderung mendikte Pemprov untuk menanggung hak warga bantaran sungai yang dipindahkan.
"Belum ada komitmen apa - apa, mereka mau ubah kok jadi 1 hingga 2 tahun. Kalau tidak mau ya mungkin kita batalkan," katanya di Balaikota, Rabu (3/4/2013).
Belum adanya komitmen itu tidak ada dampak apapun bagi Pemprov DKI. Seperti diketahui proyek JEDI berupa pembersihan saluran drainase 13 sungai di Jakarta yang semula ditargetkan mulai berjalan April 2013 dengan pinjaman Bank Dunia Rp1,2 triliun bertenor 5 tahun.
Gubernur Joko Widodo menilai syarat pinjaman terlalu rumit dan jatuh tempo terlalu lama karena proyek JEDI cukup dikerjakan dalam jangka waktu 2 tahun. Selain itu Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) APBD DKI juga masih banyak sekitar Rp10 triliun yang artinya DKI memunginkan mendanai JEDI dengan uang sendiri.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Manggas Rudy Siahaan menyatakan JEDI tetap berjalan dengan target penyelesaian 2014. Proses sekarang hanya tinggal menunggu soal pembiayaan. Polemik pinjaman Bank Dunia diakuinya menjadi kendala karena harus koordinasi lagi dengan pemberi pinjaman apakah dilanjutkan atau diputuskan.
Konsekuensi dari pembatalan pinjaman harus dilakukan pengecekan administrasi keuangan apakah sudah ada uang yang cair atau belum. Kalau Bank Dunia tidak mau renegosiasi lagi untuk percepatan akan dipertimbangkan lagi. "Jadi intinya kita tunggu mereka dulu," terangnya.
Salah satu poin yang memberatkan DKI soal pinjaman ini adalah penggunaan No Objection Letter (NOL), yakni surat persetujuan dari donor atas suatu kontrak bilamana dipersyaratkan. Sistem ini mengharuskan DKI membuat laporan persetujuan setiap ada tahapan proyek, misalnya lelang dilaporkan Bank Dunia untuk dicek track record pemenang proyek.
Sistem ini, lanjut Rudy, membuat proyek semakin lama karena setiap ada tender harus dilaporkan. "Setiap tahapan ada NOL, itu yang bikin lama semua proses apapun minta persetujuan. Kita lihat minggu minggu ini dulu," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD DKI Santoso menegaskan Pemprov DKI tidak perlu takut mengajukan pinjaman karena berfungsi jadi stimulus pertumbuhan ekonomi. "Kalau tidak pinjam, mau bangun sendiri sampai kapan," ucapnya.
Alasan eksekutif yang ingin pakai dana Silpa untuk pembangunan tidak serta merta bisa berjalan. Banyak bidang lain yang mengandalkan dibiayai dari Silpa. Dewan menyarankan pemprov selalu mempertimbangkan pinjaman untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. (msb)