Bisnis.com, DEPOK - Penggunaan senjata api dalam kasus perampokan toko emas, toko swalayan, stasiun pengisian bahan bakar umum, penggasakan pegadaian, perampasan uang nasabah bank, pencurian kendaraan bermotor bahkan penembakan aparat kepolisian, kian marak saja.
Para pelaku kriminalitas dan penembak gelap dengan leluasa berkeliaran menyalah-gunakan senjata api, menembaki korbannya bahkan kadang di siang hari bolong. Entah dari mana senjata-senjata itu mereka dapatkan. Selama dua bulan terakhir, sedikitnya lima polisi menjadi korban penembakan, empat di antaranya tewas dan satu lagi masih dirawat.
Berdasarkan data yang dilansir Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sedikitnya ada 361 kasus penembakan sejak 2011 hingga 2013. "Masyarakat makin terancam dengan kian maraknya peredaran senjata api yang mengakibatkan banyaknya kasus penembakan baik yang dilakukan orang tak dikenal, ataupun penjahat," kata Koordinator Kontras Haris Azhar.
Pertanyaannya, dari mana senjata api (senpi) tak berizin itu berasal? Sebuah sumber menyebutkan bahwa Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, termasuk salah satu pintu masuk penyelundupan senjata api ke ibu kota dan sekitarnya. Senjata api dijual anak buah kapal (ABK) asing yang lego jangkar di sekitar perairan Jakarta Utara itu.
Pedagang senjata api di Tanjung Priok membeli dari para ABK di atas kapal. Saat lego jangkar, ABK biasanya meminta pekerja seks komersial (PSK) dikirimkan ke atas kapal mereka. Jaringan pemasok PSK tersebut yang kemudian membawa senpi selundupan ke darat. Barang-barang tersebut mereka perjual-belikan secara gelap.
Kemudahan untuk memperoleh senpi di pasar gelap dibenarkan Eri, seorang pengacara di Jakarta yang sering gonta-ganti senpi. Setelah dipakai hanya beberapa bulan saja, senjata itu dia jual kepada temannya. "Senjata-senjata yang dijual itu asli buatan pabrik dilengkapi surat-surat dan buku pedoman pemakainnya," katanya.
Kabarnya, Shortgun Colt 38 dihargai Rp20 juta-Rp25 juta, sedangkan jenis FN Rp30 juta-Rp35 juta, sudah termasuk magasin berpeluru tajam. Untuk melegalkan senjata-senjata itu, pembeli harus mengurus sendiri izinnya ke Mabes Polri. "Urus izin yang mahal. Untuk Colt 38 saja bisa sampai Rp135 juta lewat calo. Asal ada uang, berapa pun dipesan pasti ada barang," ujar Eri.
Senjata api (senpi) ilegal tidak hanya marak terjadi di Tanjung Priok saja. Berdasarkan infomasi yang diperoleh Kompolnas, senjata api rakitan yang mematikan banyak diproduksi di Sumatera. Menurut anggota Kompolnas Edi Hasibuan, senjata api rakitan biasa digunakan untuk melakukan kejahatan.
Dia menyebutkan, peredaran senjata api rakitan ilegal di Indonesia berasal dari buatan masyarakat lokal. Sebab, sangat jarang ditemukan senpi rakitan yang berasal dari luar Indonesia, karena masuknya sulit. "Senpi rakitan buatan masyarakat itu tidak ada yang punya izin, karena memang tidak bisa memiliki izin, tapi banyak diperjuabelikan di masyarakat.
Edi mengakui sangat sulit untuk memperkirakan berapa jumlah senpi rakitan yang beredar dan banyak diperjualbelikan itu. "Ini selayaknya menjadi prioritas Polri agar peredarannya dapat ditekan sekecil mungkin," katanya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Agus Rianto juga mengaku tidak mengetahui berapa jumlah senpi ilegal yang berada di masyarakat. Polri sesungguhnya sudah tidak lagi memberikan izin impor senjata api sejak 2005 lalu. "Jadi kalau masih ada senpi yang beredar di luar itu berarti ilegal," kata Agus Rianto.
Dia juga menegaskan, tidak semua orang diperbolehkan membeli dan memiliki senapan angin, sebab yang dapat membeli hanya anggota Perbakin yang mampu menunjukkan kartu keanggotaan pada saat ingin membeli senjata tersebut.
Namun demikian, dia tidak menampik bahwa senapan angin masih bebas diperjualbelikan tanpa menunjukkan kartu keanggotaan Perbakin. Agus berharap warga yang memiliki senapan angin adalah orang yang benar-benar memahami kegunaan dan tujuannya.
Kian maraknya peredaran senpi ilegal termasuk airsoft gun, membuat Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mendesak Polri untuk mulai lebih memperhatikan masalah tersebut. Airsoft gun saat ini mempunyai daya rusak sama dengan senjata api kaliber kecil, karenanya perdagangannya harus sudah mulai ditata.
Menurut Neta, Polri telah mengumbar pemberian izin senpi bagi warga sipil. Padahal ketentuan pemerintah tahun 2012, Polri hanya diperkenankan mengeluarkan izin kepemilikan senpi sebanyak 2.608 unit. Kenyataannya, saat ini ada 18.030 izin kepemilikan senpi. Bahkan polisi juga mengakui ada sekitar 4 ribu senpi ilegal yang beredar di Jakarta.
"IPW mendesak BPK melakukan audit forensik terhadap izin senjata ini, dan KPK segera melakukan investigasi terhadap penyelewengan dana di balik pemberian izin senjata api ini," kata Neta.
Sulit diawasi Kepolisian mengaku sulit mengawasi peredaran senjata api ilegal khususnya di Jakarta dan umumnya di Indonesia yang sudah sangat mengkhawatirkan, karena sebagian besar senpi yang beredar sering digunakan untuk tindak kejahatan.
SULIT DIBERANTAS
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto menyebutkan, sulitnya memberantas perdagangan senjata api ilegal di antaranya karena panjangnya garis pantai Indonesia yang menyebabkan jalur laut atau pelabuhan tikus tidak bisa dikontrol. "Ini merupakan pintu masuk senjata ilegal dari luar negeri," katanya.
Selain dari luar negeri menurut Rikwanto, senpi ilegal juga berasal dari daerah konflik, seperti Aceh, Poso, Papua, Maluku, dan Palu. Juga banyak senpi ilegal yang diselundupkan dari para eks teroris. Di luar itu, banyak industri rumahan yang membuat senpi rakitan di Indonesia.
Terkait produksi rumahan ini, kepolisian sudah menyidak dan menyita sejumlah senpi rakitan, salah satunya di Cipacing, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Namun, diakui penjualan tersebut selalu kembali marak dengan munculnya pabrik rumahan lain di lokasi berbeda.
Kabag Penerangan Umum Polri Kombes Agus Rianto mengungkapkan, sejak 2008 Polri tidak menerbitkan surat ijin ataupun surat perpanjangan izin kepemilikan senjata api, kecuali untuk olahraga atau bagi pihak-pihak tertentu sebagai alat membela diri, diantaranya anggota DPR dan pengacara.
Untuk keperluan kedinasan dan olahraga, kata Agus, senjata api hanya dapat digunakan di tempat dinas dan tempat olahraga. "Seperti satpam, mereka hanya izin pinjam pakai senjata api dan tidak bisa dibawa pulang," katanya menjelaskan.
Maraknya kasus pidana yang melibatkan penggunaan senpi menjadi pertimbangan untuk memperketat izin kepemilikan. Yang berhak menerbitkan izin kepemilikan senpi untuk sipil hanya Polri. "Dulu Perbakin bisa, sekarang tidak," ujarnya seraya menambahkan, sebagian besar senjata yang digunakan para pelaku kejahatan merupakan senpi ilegal dan rakitan.
DAERAH KONFLIK
Ketua Umum Pengurus Besar Perbakin, Nanan Soekarna mengungkapkan, senjata api yang beredar saat ini di antaranya berasal dari daerah-daerah konflik seperti Aceh, Maluku, dan Papua. Sebagian besar senjata api rakitan.
Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar menilai, maraknya peredaran senpi ilegal dan banyaknya masyarakat sipil yang memiliki senjata terjadi akibat sistem keamanan yang masih lemah. Dampaknya, sebagian masyarakat memilih mempersenjatai diri demi keamanan atau untuk membela diri.
Bambang meminta Polri memperketat syarat izin kepemilikan senjata api. Pengawasan proses perizinan juga perlu ditingkatkan, sebab ditengarai ada permainan dalam proses tersebut. Razia senjata api secara rutin juga harus dilakukan untuk mencegah tindak pidana.
Sementara itu Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti mengungkapkan, salah satu faktor penyebab makin maraknya penyalahgunaan senjata api adalah kontrol yang lemah.
Menurut dia, jumlah senjata api yang beredar di masyarakat secara legal 41.102 pucuk. Sebanyak 17.983 pucuk di antaranya untuk bela diri, 11.869 pucuk digunakan oleh polisi khusus (polsus), 6.551 pucuk untuk olahraga, serta 4.699 pucuk untuk satpam.
"Kontrol hukum yang lemah yang masih menggunakan UU warisan Orde Lama menjadi pemicu penyalahgunaan senpi. "Pemerintah dan DPR perlu membuat UU tentang kontrol senjata api dengan merevisi undang-undang yang lama," katanya.
Penyalahgunaan senjata api ilegal yang kian meluas makin meresahkan dan menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat apalagi korbannya bukan hanya warga sipil, tetapi juga polisi. Maka, masyarakat tentunya berharap, janji Wakapolri Komjen Pol Oegroseno bahwa Polri akan menindak tegas siapa saja yang menggunakan senjata api di luar kewenangannya, segera ditepati.