Bisnis.com, TANGERANG - Sejumlah pengusaha angkutan barang Provinsi Banten mendesak pemerintah daerah untuk duduk bersama dalam mencari solusi atas sejumlah permasalahan transportasi yang ada di wilayah itu.
Syaiful Bahri, Ketua Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) Angkutan Khusus Pelabuhan & Industri Banten, mengatakan selama ini pemerintah daerah berjalan sendiri tanpa melibatkan pengusaha angkutan barang dalam mengeluarkan peraturan menyangkut kelangsungan bisnis logistik.
“Baru-baru ini pemerintah daerah mengeluarkan regulasi terkait batas maksimal beban angkutan. Namun, perumusan sama sekali tidak melibatkan pengusaha angkutan dan implementasi tanpa sosialisasi, sehingga banyak armada yang terjaring razia,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (5/11/2014).
Menurutnya, pemerintah daerah beralasan regulasi tersebut dikeluarkan guna menjaga kualitas infrastruktur jalan yang ada di Banten. Akibat tidak adanya sosialisasi peraturan, tidak hanya denda administratif, para pengusaha juga harus menanggung biaya pungutan liar yang bermunculan.
Saat ini, lanjutnya, sekitar 40% ruas jalan di Banten dalam keadaan rusak. Akibat buruknya infrastruktur jalan ditambah pungutan liar ditiap jalan rusak, hal itu membebani ongkos logistik hingga 20%.
Menurutnya, hingga saat ini pihaknya terus berusaha menjalin komunikasi dengan dinas terkait untuk menyelesaikan persoalan yang timbul akibat ketidakpastian hukum. Namun, pemerintah daerah terkesan menghindari ajakan komunikasi dari para pengusaha.
Menurutnya, pungutan liar tidak hanya terjadi di jalur pengiriman barang, namun, juga terjadi di pelabuhan. Hal ini, menurutnya, sangat merugikan pengusaha angkutan barang. Pasalnya, pemilik barang hanya mengalokasikan anggaran untuk retribusi resmi yang telah tercantum.
“Sulitnya jika Kami mengirim barang dari pihak asing. Mereka (asing) hanya membuat anggaran sesuai dengan ketentuan yang tercantum resmi. Sehingga, dana-dana siluman itu kami yang tanggung,” tuturnya.