Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan harga taksiran (appraisal price) untuk menilai aset-aset daerah lantaran banyaknya pegawai negeri sipil (PNS) yang menaikkan harga (mark up) ketika membangun aset.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan alasan penerapan aturan mengganti nilai buku menjadi harga taksiran sebagai dasar penilaian aset sudah mulai diterapkan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI Jakarta.
"Nilai buku sering bermasalah karena tak sesuai dengan harga sekarang. Mungkin dulunya SKPD melakukan mark up ketika membangun aset sehingga nilai bukunya terlalu mahal," ujarnya di Balai Kota, Selasa (30/6/2015).
Dia menuturkan tidak sesuainya nilai buku dengan harga yang berlaku saat ini merugikan Pemprov DKI. Pasalnya, banyak pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak jujur untuk mencatat nilai buku yang sesungguhnya ketika aset tersebut dibangun.
Menurutnya, nilai buku menjadi hal yang vital ketika Pemprov DKI berniat untuk menjual, merobohkan, atau merenovasi aset-aset, yang kebanyakan berupa gedung atau bangunan, saat ini.
Apalagi, pemerintah harus menyelenggarakan lelang kepada pihak swasta yang mau mengambil alih aset-aset tersebut.
"Anda bayangkan setiap kali lelang aset gak ada [pengusaha] yang mau. Mereka bilang kemahalan. Penyusutan buku dengan harga pasar terlalu jauh bedanya. Makanya saya pakai harga taksiran saja biar orang mau ikut [lelang]," ujarnya.