Bisnis.com, TANGERANG—Meski capaian pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan kedua tahun ini berada di atas 5%, aspek lain yang memengaruhi sasaran pembangunan selain laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi perlu diberi catatan merah.
Betapa tidak, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Banten pada Februari 2015 sebesar 8,56% setara 488.900 orang. Angka ini paling tinggi dibandingkan dengan dua provinsi tetangganya, di DKI Jakarta 8,36% sedangkan Jawa barat 8,40%.
Porsi masyarakat miskin di antara seluruh penduduk Banten juga melampaui DKI meskipun tak separah Jawa Barat. Per September 2014 tercatat ada 649.190 orang warga miskin setara 5,51% dari total penduduk Banten.
Soal pemerataan pendapatan yang diteropong dari gini rasio menunjukkan ketimpangan ekonomi pada September 2014 bertambah parah daripada Maret. BPS menulis gini rasio pada bulan ketiga tahun lalu 0,39 lantas menjadi 0,42 pada September.
Dengan semua kondisi yang ada, bagaimanakah perekonomian Banten pada triwulan III/2015?
BPS mengatakan ekonomi konsumen terus membaik dengan ITK diperkirakan sebesar 114,41.
Pertimbangannya tak jauh dari pendapatan rumah tangga yang diyakini meningkat lantaran rencana pembelian barang-barang tahan lama, rekreasi, dan pesta dinilai meningkat.
Namun, BI Banten terkesan enggan memberi perkiraan soal pertumbuhan ekonomi triwulan ketiga Banten.
"Saya tidak bisa sebutkan proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan tiga. Yang pasti kami harap lebih dari 5,26%," ucap Kepala BI Banten Budharto Setyawan.
Sebelumnya, BI memperkirakan pada April - Juni 2015 pertumbuhan ekonomi Banten lebih baik ketimbang triwulan I/2015.
Kisarannya dipercaya menyentuh 5,52% sampai dengan 6,01% (year on year / yoy) dengan bias ke bawah.
Firasat BI tersebut meleset sebab realisasinya, pertumbuhan Banten hanya berada di angka 5,26%.
Lantas bagaimana untuk triwulan ketiga? Akankah keengganan BI menyebutkan perkiraan sebagai pertanda kurang baik?
Bisa jadi ya, juga bisa jadi tidak. Toh, perkiraan buruk sekali pun, seperti halnya perkiraan optimis, dalam realisasinya di lapangan justru bisa terjadi sebaliknya.
Kini, kita baru bisa membaca berbagai tanda yang bisa dilihat. Di luar itu, mengutip lirik lagu berjudul Firasat yang dinyanyikan Marcel, “ada makna di balik semua pertanda”.