Bisnis.com, TANGSEL-Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta berusaha keras mencegah penyebaran radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama, terutama di lingkungan mahasiswa.
Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada, mengatakan radikalisme atas nama agama sangat tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang plural, terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan atau kelompok.
“Komitmen UIN Jakarta sangat kuat untuk mencegah penyebaran radikalisme, terorisme, yang dijalankan dengan mengatasnamakan agama,” katanya.
Dia menyampaikan hal itu dalam konferensi Internasional Ilmu-Ilmu Sosial dan Politik bertema Explaining Religious Radicalism and Political Violence: Towards Nation-State Building yang diselenggarakan FISIP UIN Jakarta, pada Selasa-Rabu (8-9/9/2015).
Menurutnya, dalam sejarah muslim di Indonesia, sesungguhnya kehidupan keberagamaannya cenderung moderat dan menghargai kekayaan tradisi lokal.
Untuk itu, lanjut Dede, dalam upaya mencegah radikalisme atas nama agama, UIN Jakarta menjalin kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) antara lain dengan melakukan penelitian, advokasi, dan pelatihan anti terorisme.
Melihat kondisi yang terpapar sekarang ini radikalisme agama dan kekerasan politik terjadi hampir di semua negara di dunia, sehingga membutuhkan perhatian serius dari kalangan akademisi guna menimalisir hal tersebut.
Maka digelar seminar dengan menampilkan pembicara seperti Jacques Bertrand, Profesor Departemen Ilmu-Ilmu Politik University of Toronto, Greg Barton dari Alfred Deakin Institute for Citizenship and Globalisation, Deakin University, Muhammad Najib Azca dari UGM, Bambang Pranowo Guru Besar FISIP UIN Jakarta David Malet dari University of Melbourne.
Sementera itu Dekan FISIP UIN Jakarta, Zulkifli, seperti dilansir Berita UIN, menyatakan radikalisme agama dan kekerasan politik yang muncul secara massif di dunia global akhir-akhir ini membutuhkan perhatian dunia akademik.
“Perhatian itu dibutuhkan untuk meminimalisir meluasnya radikalisme agama dan kekerasan politik,” ujarnya.
Dia menegaskan kepulangan para jihadis dari Syria yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah maupun Jabhat al-Nusra, cukup terlatih dalam kekerasan (atas nama jihad) dikhawatirkan dapat menjadi ancaman bagi stabilitas dan perdamaian di Indonesia dan Asia Pasifik.