Bisnis.com, JAKARTA - Nelayan di Teluk Jakarta, Muhamad Tahir menuding para pengusaha dan pemerintah salah berargumentasi tentang area penangkapan ikan para nelayan.
Muhamad Tahir menampik tanggapan pemerintah dan sejumlah pengusaha bahwa proyek reklamasi tak menganggu kegiatan melaut karena para nelayan dipandang sudah melakukan pelayaran jauh dari area reklamasi. Padahal, reklamasi telah menurunkan produktivitas nelayan dan menurunkan pendapatan.
Tahir menerangkan, faktor keterbatasan perahu bagi nelayan tradisional juga membuat para nelayan tidak bisa berlayar jauh menghindari bagian laut yang tercemar. Sementara nelayan yang berlayar dengan jarak jauh adalah pengusaha besar dengan kapal yang canggih.
"Para nelayan masih banyak yang melaut di area laut dangkal, dan dampak pencemaran air dan ikan akibat reklamasi sangat terasa," ungkap Muhamad Tahir di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Rabu (11/11/2015).
Dia juga menampik bahwa banyak nelayan Teluk Jakarta yang sudah tak melaut. Muhamad Tahir menyebut masih ada sekitar 16.000 kepala keluarga yang menggantungkan hidup keluarganya dengan mencari ikan.
"Masih ada ribuan nelayan tradisional dari ujung Muara Angke sampai Marunda. Dan sekarang, endapan lumpur dari limbah itu sudah 1,5 meter," ujar Muhamad Tahir.
Oleh sebab itu, Muhamad Tahir menilai visi misi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia nampak sia-sia. Hal ini tercermin dari sikap acuh pemerintah atas penolakan reklamasi dan lambannya penindakan bagi industri yang membuang limbah di laut.
"Kalau ada yang bilang Indonesia mau jadi poros maritim dunia, itu bicara kosong. Kami saja seperti ini," tegasnya.