Bisnis.com, JAKARTA -- Pasangan calon gubernur DKI Jakarta yang bertarung pada putaran dua diharapkan menggunakan pendekatan program. Pasalnya berdasarkan exit poll dari Populi Center perdebatan mengenai identitas sosial dari survei ke survei di Jakarta terus naik. Penggunaan isu primodial ini dikhawatirkan akan merusak sendi berbangsa.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Populi Center Usep S. Ahyar mengharapkan semua pihak baik calon maupun simpatisannya lebih berfikir untuk kemaslahatan bangsa kedepan dalam mnggunakan materi kampanye. Kedua pasangan diharapkan tidak semata-mata mengejar jabatan gubernur namun merusak kehidupan berbangsa.
"Kedua calon menggunakan itu [model intimidasi primodial], satu menyebutnya tidak demokratis, yang lain soal agam. Kalau dipelihara [menjadi bahan kampanye oleh calon yang dikemas oleh media sosial dan konvensional] maka [kerusakan sendi bangsa ini] tidak akan terhapus, memori akan terus teringat padahal mungkin bukan berdasarkan fakta yang jelas. [Doktrinnya] Karena ini merupakan kebenaran, maka saya harus memilih itu," kata Usep di Jakarta, Selasa 928/2/2017).
Padahal, katanya, Jakarta lebih membutuhkan debat yang substantif. Bagaimana masing-masing calon gubernur dapat menyelesaikan masalah kota seperti macet, banjir hingga rencana Jakarta ke depan.
Dia mengatakan debat terbukti membuat pola dukungan masyarakat lebih terpolarisasi. Dia mencontohkan ketika pasangan tersingkir, Agus-Sylvi dinilai kurang layak pada debat, maka elektabilas pasangan ini turun drastis bahkan samai hilang 14-16% jika dibandingkan dengan hasil survei terakhir yang sempat mencapai 30% lebih.