Bisnis.com, JAKARTA - Setara Institut merilis Indeks Kota Toleran 2017, yang menyebut DKI Jakarta termasuk kota dengan skor toleransi terendah, yakni 2,30.
Peneliti Setara, Halili, mengatakan skor tersebut diperoleh dari penelitian data milik Badan Pusat Statistik (BPS), Komisi Nasional Perempuan, Setara Institut, dan referensi beberapa media massa.
"Penelitian ini terlihat ada 10 kota dengan nilai toleransi terendah yang memiliki skor di bawah 4 dalam skala 1 sampai 7. Kota-kota tersebut memiliki skor rendah dalam enam indikator yang digunakan untuk mengukur," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (16/11/2017).
Berdasarkan kerangka indeks yang diperoleh, penelitian tersebut menetapkan enam indikator pengukuran, yakni rencana pembangunan jangka menengah daerah, kebijakan diskriminatif melalui peraturan daerah, pernyataan pejabat pemerintah daerah, tindakan terkait peristiwa menyangkut toleransi, peristiwa pelanggaran toleransi, dan komposisi penduduk berdasarkan agama.
Selain Jakarta, yang menempati urutan pertama kota dengan tingkat toleransi terendah, ada sembilan kota lain yang memiliki skor toleransi rendah.
Kesembilan kota itu adalah Banda Aceh (2,90), Bogor (3,05), Cilegon (3,20), Depok (3,30), Yogyakarta (3,40), Banjarmasin (3,55), Makassar (3,65), Padang (3,75), dan Mataram (3,78).
Baca Juga
Adapun 10 kota dengan skor indeks toleransi tertinggi diraih Manado (5,90), Pematangsiantar (5,90), Salatiga (5,90), Singkawang (5,90), Tual (5,90), Binjai (5,80), Kotamobagu (5,80), Palu (5,80), Tebing Tinggi (5,80), dan Surakarta (5,72).
Wakil Ketua Setara Institut Bonar Tigor Naipospos mengatakan skor hasil penelitian tersebut diukur berdasarkan kejadian dan peristiwa yang terkait dengan toleransi di daerah tersebut, sehingga tidak bisa disamaratakan hasilnya terhadap semua penduduk di kota terkait.
"Jadi, kalau indeks toleransi DKI Jakarta rendah, jangan diukur bahwa semua warga DKI itu intoleran. Faktor pemimpin daerah juga menjadi penting dalam penelitian tersebut," tuturnya.
Penelitian tersebut dilakukan terhadap 94 dari 98 kota di seluruh Indonesia, yang didasarkan pada pertimbangan komposisi penduduk di perkotaan seharusnya lebih heterogen dibandingkan dengan kabupaten.