Bisnis.com, JAKARTA—Pengamat menilai masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan Anies-Sandi setelah 100 hari masa jabatannya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menjelaskan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta dan Sandiaga Uno, Wakil Gubernur DKI Jakarta harus terlebih dahulu menyiapkan landasan hukum yang kuat sebelum mengambil kebijakan. Dengan semikian, proyek seperti down payment (DP) nol rupiah dan reklamasi tidak akan menimbulkan banyak polemik ke depannya.
Menurutnya, langkah Anies-Sandi terlalu berani semisal melakukan ground breaking proyek DP nol rupiah tanpa ada kejelasan di terlebih dahulu oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia. "[Kejelasan aturan] pada April katanya, lah kenapa [sudah] ground breaking sekarang," kata Agus, Jumat (26/1/2018).
Selain itu, dia menilai dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak serius untuk mencabut Hak Guna Bangunan (HGB) pulau reklamasi. Hal ini karena dalam surat yang pertama kepada Menteri Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tidak disertakan bukti yang bisa mendukung adanya kesalahan prosedur administrasi seperti yang diduga oleh Pemprov DKI.
Pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan Anies-Sandi lebih mengedepankan citra politik yang dibuat soal keadilan sosial yang mereka miliki dibandingkan dengan kebijakan yang seharusnya diperlukan untuk memajukan transpotasi Ibu Kota. Hal ini dilakukan dengan memberi kebijakan khusus mengenai becak dibandingkan dengan bajaj yang merupakan transportasi umum yang resmi.
"Branding Anies-Sandi tentang keadilan dan kesejahteraan ini laku untuk dijual," kata Yayat.
Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan pasangan ini dalam 100 hari masa jabatannya lebih mengedepankan janji kampanye yang telah dibuat seperti DP nol rupiah, Oke Oce, dan reklamasi. Adapun kebijakan tersebut dinilai terburu-buru karena tidak dipersiapkan secara matang sehingga dianggap tidak lebih dari manuver politik semata agar terlihat sudah berupaya untuk mengerjakan semua janjinya.
"Dari segi niat nilai mereka 7, masyarakat menangkap programnya itu 10, sedangkan realitas di lapangan hanya 5," kata Ray.