Bisnis.com, JAKARTA – Ada pemandangan yang tak biasa terjadi pagi ini, Senin (23/7/2018) di Stasiun Kranji Bekasi. Pemandangan tak biasa itu adalah antrean calon penumpang kereta commuter untuk membeli tiket.
Tiket yang dibeli kali ini bukan tiket elektronik, melainkan tiket kertas. Itu lho, tiket kertas seperti Kereta Commuter pada era sebelum 2013. Pada masa itu PT Kereta Commuter Jakarta yang mengoperasikan KRL menggunakan karcis kertas yang dibeli secara tunai dan antre untuk setiap kali melakukan perjalanan.
Bagi Anda yang terbiasa menggunakan moda transportasi Kereta Commuter sejak masa lalu hingga kini, maka Anda masih bisa mengenang masa lalu. Masa-masa antre panjang di loket, dan harus menyediakan uang tunai.
Pada masa itu, kenyamanan kereta commuter juga belum seperti sekarang. Barangkali Anda masih ingat ketika kereta rel listrik (KRL) ekonomi, yang tanpa mesin pendingin udara (AC), dan gerbong sesak dengan penumpang termasuk copet, dan beragam pedagang yang menjajakan dagangannya ke penumpang KRL.
Masa itu kemudian berubah ketika PT Kereta Commuter Jakarta berubah menjadi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) yang dikomandani Ignasius Jonan yang kini ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Energi Sumber Daya Mineral.
Perlahan-lahan, KRL ekonomi ditiadakan berubah menjadi kereta commuter yang dilengkapi AC, dan harga tiket naik, namun ada subsidi pemerintah, sehingga masyarakat dari berbagai kalangan bisa menggunakan moda transportasi tersebut . Jika dulu tiket KRL ekonomi Rp1.500, maka dinaikkan menjadi awalnya Rp6.000 dengan fasilitas AC.
Kemudian, tarif berubah menjadi jarak per kilometer, dan masih mengandalkan subsidi, sehingga penumpang KRL ekonomi bisa menggunakan Kereta Commuter. Praktis, ketika itu KRL ekonomi pun dihapus.
Misalnya, saat ini penumpang dari Stasiun Bogor hingga Stasiun Karet dikenai tarif Rp6.000, ini sesuai dengan sistem tarif PT KCI yang memberlakukan untuk jarak 25 km Rp3.000, dan per kelipatan 10 km ditambah Rp1.000.