Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah perlu secara intensif mengurangi impor migas yang merupakan penyumbang terbesar defisit transaksi berjalan.
Muh Aaron Sampetoding, Wakil Ketua Umum Hipmi Jaya, mengungkapkan bahwa berbagai upaya pilihan solusi sedang dilakukan pemerintah. Namun, dengan meningkatnya suku bunga acuan AS, Hipmi Jaya menilai bahwa pilihan yang harus ditempuh tidak banyak.
“Kami sudah melihat potensi energi terbarukan sebagai solusi masa depan Indonesia dan juga peluang usaha baru," ujarnya, Selasa (14/8).
Hal ini diharapkan mampu untuk menjaga surplus neraca perdagangan di sektor migas. “Terlebih ekonomi kita harus mengurangi ketergantungan dari minyak, pembangkit listrik diesel segera diganti biodiesel atau energi terbarukan lainnya yang raw materials-nya dari dalam negeri," ungkap Aaron.
Tekanan pada rupiah terus terjadi, kali ini tekanan terbesar berasal dari krisis yang terjadi di Turki. Posisi tukar rupiah atas dolar AS saat ini berada pada nilai yang terendah selama tahun ini.
Sentimen negatif investor asing saat ini kepada negara emerging market terjadi di tengah resiko perang dagang dan krisis di Turki, sehingga investor lebih memilih safe haven asset, seperti dolar AS, emas, dan obligasi.
Ramdhan Anggakaradibrata, Ketua Bidang Ekonomi, Keuangan dan Perbankan Hipmi Jaya, mengatakan, data Bank Indonesia menunjukkan, saat ini defisit transaksi berjalan Indonesia sudah mencapai US$8 miliar pada kuartal kedua tahun ini atau mencapai 3% dari PDB. Sementara untuk perdagangan migas, tercatat defisit pada periode sama mencapai US$4,3 miliar.
“Di samping itu, tekanan pada Lira itu yang juga berimbas pada mata uang emerging market lainnya, termasuk Indonesia,” ujarnya.