Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menolak sikap pemerintah yang kembali menetapkan kenaikan upah minimum tahun 2019 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat mengatakan sesungguhnya pemberlakuan PP 78/2015 bertentangan dengan Undang Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Aspek Indonesia sebagai bagian dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penetapan UMP tahun 2019 sebesar 8,03%," ujarnya seperti dikutip dalam siaran pers, Minggu (21/10/2018).
Kenaikan upah minimum tahun 2019 sebesar 8,03% sudah disampaikan Menteri Ketenagakerjaan dalam Surat Edaran tertanggal 15 Oktober 2018.
"Pemerintah telah mengabaikan UU Ketenagakerjaan karena penetapan upah minimum harus melalui survey kebutuhan hidup layak [KHL], sedangkan PP 78/2015 justru telah menghilangkan survey KHL," katanya.
Dia mengungkapkan jika mengacu pada PP 78/2015 maka pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum hanya berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, saat ini pemerintah gagal mengendalikan harga barang kebutuhan pokok dan mengendalikan nilai tukar rupiah.
Survei KHL sesungguhnya bisa memotret secara riil berapa upah minimum yang layak sesuai kebutuhan minimum masyarakat di suatu daerah. Apalagi, kondisi masyarakat saat ini semakin terjepit. Daya beli masyarakat semakin menurun yang berakibat masyarakat tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.
"Keadaan ini juga akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia Indonesia," jelas Mirah.
Dia menilai saat ini pemerintah hanya mementingkan kepentingan pemodal dan investasi. Rezim upah murah tidak akan pernah mampu sejahterakan rakyat.
"Sejak diterbitkan pada tahun 2015 lalu, ASPEK Indonesia bersama KSPI telah menolak PP 78/2015 karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," jelasnya.