Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Perbandingan Kinerja 2 Tahun Anies vs Ahok

Jelang dua tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, program-program besutannya mendapat sorotan akibat tampak belum optimal.
Eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seusai acara pelantikan anggota DPRD DKI Jakarta, Senin (26/8/2019). Momen ini adalah pertamakali keduanya bertemu seusai 'perang' Pilkada 2017/Bisnis-Feny Freycinetia Fitriani
Eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seusai acara pelantikan anggota DPRD DKI Jakarta, Senin (26/8/2019). Momen ini adalah pertamakali keduanya bertemu seusai 'perang' Pilkada 2017/Bisnis-Feny Freycinetia Fitriani

Bisnis.com, JAKARTA — Jelang dua tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, program-program besutannya mendapat sorotan akibat tampak belum optimal.

Beberapa pengamat, anggota DPRD DKI, dan lembaga survei mencoba memberikan penilaian terhadap realisasi program Anies dan membandingkannya dengan pendahulunya —sebagai resiko semua pejabat publik pada umumnya, yakni Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok.

Berikut beberapa review program-program Anies tersebut :

Naturalisasi Sungai

Pengamat Kebijakan Perkotaan Nirwono Joga menilai belum ada kemajuan berarti dari naturalisasi sungai. Padahal, menurutnya konsep ini ideal sebagai penambah ruang terbuka hijau (RTH) di sekitar sungai Ibu Kota.

"Jakarta itu sebenarnya cuma dua masalah utamanya. Yaitu banjir dan macet. Bagaimana penataan 13 sungai. Kalau di era pak Ahok sebelumnya baru 4 sungai, Clliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter. Juga109 situ dan waduk, baru waduk Pluit dan Ria Rio. Artinya masih banyak PR terkait ini," ujar Nirwono, Senin (14/10/2019).

Pada kepemimpinan era Ahok sebelumnya, program ini disebut normalisasi sungai dengan pengerukan, kemudian betonisasi. Konsep ini memiliki kelebihan eksekusi yang cepat dan tanpa perlu banyak pelebaran lahan lewat penggusuran. Tetapi, dinilai memiliki kelemahan, yaitu limpahan aliran sungai menjadi lebih deras.

Anggota DPRD DKI Jakarta dari PDIP Ima Mahdiah mengungkap hal serupa. Ima menekankan bahwa apapun konsep penataan sungainya, Anies beserta jajaran mesti gerak cepat karena sebentar lagi musim penghujan datang.

"Kalo menurut pribadi, bukan dari Fraksi, ya. Saya lihat contohnya pak Anies belum kerjakan naturalisasi [sungai]. Karena kita kan mau menghadapi musim hujan. Sudah dua tahun, kita pantau tak ada naturalisasi, tapi malah buat sesuatu yang seperti Formula E, terus bikin jalanan sepeda. Kalau menurut saya pak Anies harus cari hal-hal yang fundamental. Jadi bukan hanya buat yang elektoral," ungkap Ima, Selasa (15/10/2019).

Taman Maju Bersama

Program ini merupakan pengganti Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) era Ahok.

Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Suzi Marsitawati menjelaskan kepada Bisnis, Senin (7/10/2019) bahwa pihaknya masih fokus membangun Taman Maju Bersama di 53 lokasi yang ditargetkan rampung pada akhir 2019.

Suzi mengungkap bahwa dari 53 taman dengan luasan total 335.807 m2 tersebut, sebanyak 30 taman telah mencapai proses pengerjaan 80 persen sampai 90 persen. Setelah itu, Dinas Kehutanan DKI Jakarta menargetkan 51 Taman Maju Bersama lain akan terbangun pada 2020.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengapresiasi bahwa Anies melanjutkan program ini, yang menurutnya punya banyak manfaat. Namun, menyayangkan realisasi Taman Maju Bersama kini terkesan melambat.

"Saya juga sudah bilang itu sebelum Anies dilantik. Tolong program-program yang sudah berjalan baik dan dinikmati publik Jakarta, jangan dihapus. Teruskan. Sebagai gubernur baru, carilah program yang belum tersentuh oleh gubernur sebelumnya," ungkap Agus, Senin (14/10/2019).

Namun, melihat dari kacamata politik, Deputi Direktur Eksekutif Populi Center Afrimadona menyebut upaya Anies mengganti nama-nama program Ahok, merupakan cara menghapus legacy pendahulunya.

Padahal seharusnya, tak perlu terlalu alergi dengan kebijakan pemimpin terdahulu. Yang dibutuhkan adalah kebesaran hati dan niat yang tulus membuat program-program yang baik untuk masyarakat.

Rumah Lapis

Polemik rumah lapis bukan bersumber dari bentuknya, yang sebenarnya serupa rumah susun biasa tetapi lebih rendah intensitasnya. Penolakan pembangunan rumah lapis lebih ditekankan pada area tempatnya dibangun.

Sebelumnya, Anies yang ketika itu masih ditemani Wakil Gubernur Sandiaga Uno sebelum mengundurkan diri, berjanji akan membangun konsep rumah lapis salah satunya di Kampung Akuarium dan kampung-kampung marjinal lain. Sebelumnya, kampung ini digusur oleh Ahok akibat melanggar tata ruang.

Menanggapi hal ini, Nirwono Joga menekankan bahwa manuver asal memenuhi janji politik tanpa melihat aturan hukum tata ruang sangat berbahaya, sebab bisa menjadi preseden buruk bagi kota-kota lain.

"Kampung Akuarium kalau dilihat itu masuk wilayah peruntukan kegiatan pemerintahan, bukan perumahan. Rencana Detail Tata Ruang itu harus ditaati hingga masa berlakunya habis tahun 2030. Memang karena pertumbuhan kota, bisa direvisi setiap lima tahun. Tapi itu pun revisi minorn tidak boleh gonta-ganti warna [wilayah peruntukan] sembarangan," ungkapnya.

Pantai Reklamasi

Janji Anies untuk menghentikan Reklamasi Teluk Jakarta kerap menuai sorotan akibat manuver-manuver tak terduga yang dilakukan dalam senyap. Ajaibnya, akhirnya Anies selalu bisa menjelaskan langkah yang dilakukan, walaupun kerap dihiasi dengan 'permainan kata' tingkat tinggi.

Contoh yang paling sederhana, ketika Anies menjelaskan janjinya 'menghentikan reklamasi'. Bagi Anies, reklamasi berarti 'kegiatan membangun daratan atau pembuatan lahan baru di atas perairan'. Maka, apabila mengacu konteks tersebut, janjinya pun terbilang lunas.

Seperti diketahui, Anies telah melakukan manuver mencabut izin 13 pulau reklamasi yang belum terbangun lewat strategi kontroversial membentuk Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Menurutnya, dengan mencegah pembangunan 13 pulau ini, sama artinya dengan 'menghentikan reklamasi'.

Tapi bagaimana tentang pulau reklamasi yang telah terbangun? Jawabannya singkat saja, Anies menjelaskan bahwa dirinya tak pernah berjanji membongkarnya.

Kini, Anies justru bertujuan menjamin agar pulau yang sudah terbangun, dibuka dan digunakan untuk kepentingan warga. Anies pun resmi mengubah nama pulau C menjadi kawasan Pantai Kita, pulau D menjadi kawasan pantai Maju, dan pulau G menjadi Kawasan Pantai Bersama.

Survei Populi Center pun menjelaskan fenomena menarik terkait penghentian reklamasi ini.

Sebelumnya, Populi Center menggunakan metode membagi kelas eksperimen dan kontrol. Dalam kelas eksperimen, gubernur pembuat kebijakan disertakan dalam narasi. Sementara dalam kelas kontrol, pembuat kebijakan tak disertakan tetapi narasi kebijakan diperjelas.

Terkait dengan kebijakan reklamasi di kelas kontrol, kebijakan reklamasi Ahok (31,3 persen) dianggap tidak lebih baik dari program Anies (46 persen).

Namun, menariknya, dalam kelas kontrol di mana dijelaskan lebih lanjut bahwa program Ahok mampu meminta kontribusi pengembang, persentasenya berubah dengan kebijakan Ahok lebih baik (41.0 persen) dibandingkan kebijakan Anies (28.7 persen).

Menurut Afrimadona, hal ini disebabkan eksekusi kebijakan Anies yang belum menunjukkan hal konkret. Ditambah, pemprov masih harus menghadapi gugatan-gugatan hukum pihak pengembang dan memiliki beban meng-handle kontribusi pembanguban yang sebelumnya diwajibkan untuk para pengembang.

Rumah DP Nol Rupiah

Dalam survei Populi Center, Rumah DP Nol Rupiah menjadi program Anies yang paling dianggap tidak bermanfaat.

Tercatat, program ini dianggap 'tak guna' dengan persentase tertinggi, yakni menyentuh angka 16 persen responden. Serta tingkat ketidakpuasan yang lebih besar (37,5 persen) daripada kepuadan (32,5 persen).

Menurut Nirwono, program rumah era Anies ini memiliki kelemahan dari sisi realisasi atau eksekusinya, yang terkadang lepas dari substansi masalah itu sendiri.

Misalnya, program Rumah DP Nol Rupiah gagal memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, percepatan pembangunan perumahan pun tak tercapai.

"Saya konfirmasi sendiri ke Dinas Perumahan, beliau bilang hingga kini belum ada peta jalan pembangunan rumah susun. Padahal kita backlog-nya 301.000 unit. Jadi kalau kita bagi sampai 2030, per tahun itu minimal 30.000 unit rusun. Jadi daripada sibuk mengganti nama, pekerjaan rumah utamanya harusnya diselesaikan," ungkap Nirwono.

Anggota DPRD DKI Jakarta senior dari Fraksi PDIP Gembong Warsono mengungkap hal serupa, "Prioritas [pembangunan rumah] pak Anies tidak boleh hanya bertumpu pada Rumah DP Nol Rupiah, tapi penyediaan rusun sewa juga harus jadi prioritas agar jumlah warga masyarakat yang menikmati subsidi dari Pemprov diperbanyak," ungkapnya, Selasa (15/10/2019).

Menurutnya, program Rusunawa yang bisa menampung masyarakat berpenghasilan rendah dengan gaji di bawah 7 juta, jangan sampai tenggelam akibat pemprov terlalu memprioritaskan rumah susun hak milik (Rusunami). Sebab, rusunami lewat program Rumah DP Nol Rupiah hanya menyasar masyarakat golongan menengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper