Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Seluruh Stasiun di Jakarta Jadi TOD, Mungkinkah?

Penataan kawasan stasiun di Ibu Kota, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sinergi pemerintah pusat dan DKI Jakarta membentuk perusahaan anyar bertajuk PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ) bakal diuji, menghadapi beragam tantangan khas kawasan urban.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. JIBI/Bisnis/Rinaldi Mohammad Azka
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. JIBI/Bisnis/Rinaldi Mohammad Azka

Bisnis.com, JAKARTA — Penataan kawasan stasiun di Jakarta, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sinergi pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta membentuk perusahaan anyar bertajuk PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ) bakal diuji, menghadapi beragam tantangan khas kawasan urban.

Pasalnya, perusahaan patungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT MRT Jakarta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan kepemilikan saham masing-masing 51:49 persen ini akan memiliki kewenangan besar, yaitu pengelolaan Kereta Bandara dan Kereta Commuterline, serta penataan 72 stasiun di Ibu Kota dan sekitarnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan bahwa perusahaan ini akan mengawali langkah penataan di empat stasiun, yaitu Stasiun Senen, Stasiun Juanda, Stasiun Tanah Abang, dan Stasiun Sudirman. Target rampung pada Maret 2020.

Anies menjelaskan bahwa pihak Pemprov DKI menjadi pemegang saham mayoritas, sebab tugas utama perusahaan patungan ini menitikberatkan penataan ruang, yang merupakan wewenang langsung pemerintah provinsi.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang berharap besar bahwa penataan stasiun-stasiun utama di Ibu Kota menghasilkan kawasan transit oriented development (TOD) yang bisa menjadi percontohan daerah lain.

Budi berharap, permasalahan kawasan stasiun di Ibu Kota seperti okupansi jalan raya oleh Ojek Online, tak lagi terjadi. Diiringi dengan penataan angkutan daring dan angkutan reguler, baik roda dua atau empat.

Anggota Dewan Riset Daerah Provinsi DKI Jakarta sekaligus Pengamat Tata Kota dari Universitas Indonesia (UI) Joko Adianto berpendapat bahwa pengelolaan stasiun sebagai TOD, berpotensi besar memicu peningkatan kualitas hidup kaum perkotaan.

Namun, potensi semakin tingginya gentrifikasi dan kesenjangan sosial, seiring dengan meningginya harga tanah patut diwaspadai oleh Pemprov DKI Jakarta.

"Dikhawatirkan hanya kelompok masyarakat yang mampu saja hidup di kota dan menikmati infrastruktur berkualitas baik. Sementara kelompok masyarakat yang kurang mampu, kian terpinggirkan ke tepi atau luar kota yang menyebabkan urban sprawl dan ketidakseimbangan tata ruang kota," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (14/1/2020).

Oleh sebab itu, pemerintah perlu menghadirkan kebijakan tata ruang yang adil bagi seluruh kelompok masyarakat di tiap lokasi TOD, "Hal ini membutuhkan koordinasi antar lembaga terkait dan sinkronisasi program kerja yang tidak mudah."

Selain itu, masalah klasik terkait pengelolaan aset dan keuangan milik BUMN-BUMD, perlu pengawasan lebih dari pemerintah pusat dan daerah agar skema Business to Business (B2B) antarkedua lembaga berjalan dengan baik.

"Komunikasi dengan pemilik tanah atau pelaku pembangunan harus dilakukan agar rencana pengembangan yang disusun dapat disepakati dan dijalankan bersama. Selama ini, komunikasi ini masih menjadi tantangan, membutuhkan solusi dan aksi nyata," tutupnya.

Pengamat Transportasi dari Universitas Indonesia (UI) sekaligus peneliti Indonesian Urban Transport Institute (Iutri) Alvinsyah menilai bahwa konsep satu payung manajemen integrasi transportasi rel lewat PT MITJ, merupakan langkah tepat.

Namun, langkah nyata penataan stasiun mesti benar-benar dibuktikan lewat perencanaan yang matang.

"Menurut hemat saya penataan stasiun tidak selalu harus dikonversi menjadi TOD. Perlu dipahami bahwa TOD itu adalah konsep perencanaan, jadi bukan fisik atau disederhanakan sekadar menjadi pembangunan bangunan tinggi," ungkapnya kepads Bisnis, Selasa (14/1/2020).

Menurutnya, setiap stasiun memiliki karakteristik kawasan yang berbeda, sehingga memerlukan konsep TOD yang berbeda pula tipologinya.

Alvinsyah berharap perusahaan ini mampu melakukan penataan stasiun dengan memilah karakter kawasan, sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Jo 16/2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit.

"Yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah konsisten menerapkan TOD sesuai dengan definisinya, jadi bukan hanya sekedar jargon saja," ungkapnya.

Dalam beleid tersebut, terangkum jelas bagaimana penyelenggaraan TOD yang pada umumnya dibagi menjadi tiga jenis, yakni TOD Kota, TOD Sub-Kota, dan TOD Lingkungan.

Ketiga jenis TOD ini memiliki persentase area perumahan, area komersil, dan area publik yang berbeda-beda. Kawasan mixed-use akan disesuaikan dengan lokasi, kepadatan kawasan, dan aktivitas signifikan per hari.

"Ukuran sederhana dari yang disebut kawasan TOD dalam radius 100 m dari setasiun sebagai pusat kawasan, tidak boleh ada fasilitas kendaraan bermotor kecuali untuk layanan angkutan umum. Fasilitas yang ada hanya untuk pejalan kaki dan pesepeda. Dominan dengan ruang terbuka publik. Banyak lagi persyaratan lainnya terutama terkait dengan aktifitas guna lahannya," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper