Bisnis.com, JAKARTA - Sinergi pemerintah pusat dan DKI Jakarta membentuk PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek, MITJ, diharapkan sanggup menekan isu ego sektoral dalam penataan stasiun di Ibu Kota.
Perusahaan patungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT MRT Jakarta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan porsi saham 51:49 persen ini akan memiliki kewenangan pengelolaan Kereta Bandara dan Kereta Commuterline, serta penataan 72 stasiun di Ibu Kota dan sekitarnya.
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas memyambut baik ide satu wadah manajemen integrasi transportasi berbasis rel lewat PT MITJ.
Harapannya, mobilitas masyarakat dengan angkutan umum semakin mudah, "Selama ini kesulitan masyarakat menggunakan angkutan umum ialah transfer antarmodanya tidak nyaman atau bahkan jauh. Sehingga memerlukan waktu lama untuk berpindah," ujarnya, Rabu (15/1/2020).
Menurut Darmaningtyas, PT MITJ punya potensi menekan masalah kendali integrasi paling dominan selama ini, yakni adanya ego sektoral antara pusat dan daerah.
"PT KAI hanya peduli dengan masalah yang ada dalam pagar stasiun saja. Sementara masalah di luar stasiun, meskipun itu di ciptakan oleh penumpang PT KAI, biasanya dari kereta commuterline sebagai anak perusahaannya, PT KAI tidak mau peduli," ungkapnya.
"Sebaliknya Pemprov DKI mau melakukan penataan di kawasan stasiun juga tidak mudah karena keterbatasan kewenangan. Stasiun itu kewenangannya pemerintah pusat. Jadi dengan pembentukan PT baru ini akan menjadi solusi yang tepat untuk percepatan intregrasi transportasi di 72 stasiun Jabodetabek," tambah Darmaningtyas.
Menurut Darmaningtyas, penataan ruang kawasan stasiun selama ini didominasi suasana saling lempar tanggung jawab. Padahal, lanjutnya, semua memiliki tanggung jawab yang sama.
Oleh sebab itu, penataan stasiun secara komprehensif, terutama sebagai kawasan Transit Oriented Development (TOD), bakal efektif menekan pengguna kendaraan pribadi Ibu Kota beralih ke transportasi massal.
"Salah satu fungsi TOD itu untuk mengintegrasikan hunian dengan fasilitas transportasi publik. Oleh karena itu, pembangunan gedung-gedung baru di kawasan TOD tidak boleh ada tempat parkir! Jadi bangunan [TOD] itu tidak didesain untuk menfasilitasi kendaraan pribadi. Semua yang akan pergi dari apartemen itu harus menggunakan angkutan umum," ujarnya.
Apabila semua indikator tersebut terlaksana secara baik, Darmaningtyas optimistis jumlah penumpang Transjakarta dan Kereta Rel Listrik (KRL) serta transportasi massal lain bakal naik secara signifikan.