Bisnis.com, JAKARTA – Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 10/2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) masih dalam kajian Mahkamah Agung (MA) setelah para pedagang tradisional wilayah Bogor mengajukan gugatan melalui uji meteriil (judicial review).
Perda tersebut memuat poin pelarangan pemajangan produk rokok. Padahal tidak ada satu pun peraturan nasional yang melarang pemajangan produk rokok, termasuk aturan di atasnya yakni PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Menanggapi situasi ini, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) berharap agar Perda KTR Bogor dapat dievaluasi secara menyeluruh. "PP [Peraturan Pemerintah] Nomor 109/2012 seharusnya bisa dijalankan dengan baik. Jadi, jangan membuat peraturan yang eksesif melebihi aturan di atasnya. Kalau sudah jadi preseden buruk, malah lebih ramai lagi,” jelas Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti di Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Moefti menambahkan semua pabrikan rokok anggota Gaprindo selalu taat kepada aturan Pemerintah. Untuk itu, Perda KTR Bogor diharapkan tidak terlalu keras agar tidak menimbulkan ketidakpastian usaha. “Iklan rokok di KTR sebaiknya dibolehkan dan rokok juga masih bisa dipajang, karena rokok itu barang legal,” katanya.
Sesuai PP Nomor 109/2012, jual-beli rokok merupakan usaha yang legal kegiatannya, promosinya, iklannya dan produksinya. Hal ini disepakati kembali dalam kesepakatan nonlitigasi yang difasilitasi oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Beleid itu juga mengatur penjual tetap diperbolehkan untuk memajang produk rokok di lokasi penjualan, sementara itu Perda KTR Bogor tidak selaras dengan poin tersebut.
Moefti menyebut seharusnya aturan KTR dibuat untuk membatasi, dan bukan melarang. Pasalnya, saat ini tidak ada undang-undang dan peraturan pemerintah yang melarang keberadaan produk rokok dan iklan rokok.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) R. Gani Muhamad menilai proses judicial review Perda KTR Bogor di Mahkamah Agung (MA) merupakan langkah yang tepat. “Secara yuridis ini merupakan hak setiap orang untuk menggugat produk hukum daerah khususnya perda,” ujarnya.