Bisnis.com, JAKARTA - Pembatalan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor oleh MA dinilai menunjukkan sikap tidak mengerti dan kesewenangan hakim.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan sangat meragukan kemampuan hakim yang mengetok putusan tersebut. Pasalnya, dengan kondisi lalu lintas Jakarta seperti sekarang, justru akan semakin membuat buruk image transportasi Jakarta di mata dunia.
"Pasal 133 ayat 1 UU 22/2009 tentang LLAJ yang dianggap oleh Hakim MA bertentangan, justru isinya selaras dengan penerapan larangan sepeda motor. Hakim gak mengerti permasalahan transportasi dan sewenang-wenang," katanya dalam siaran pers, Selasa (9/1/2018).
Dia mengatakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan peegerakan lalu lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan lalu lintas berdasarkan tiga kriteria.
Pertama, perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan. Kedua, ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum. Ketiga, kualitas lingkungan yang tertuang dalam pasal 133 UU LLAJ.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Pemprov DKI sebelumnya surah tepat dengan menerapkan pelarangan sepeda motor juga diberlakukan kebijakan plat kendaraan bermotor ganjil dan genap untuk kendaraan roda empat ke atas.
Baca Juga
"Lagi pula sudah diberikan bus gratis Bundaran Senayan - Harmoni dan ada bus bertarif murah Transjakarta koridor Blok M - Harmoni," ucapnya.
Dalam ilmu transportasi untuk ada konsep Transport Demand Management (TDM) sebagai salah satu pemecahan masalah kemacetan lalu lintas.
Konsep itu, lanjutnya, mendorong orang untuk meninggalkan kendaraan pribadi dengan cara pembatasan dan menarik orang untuk menggunakan angkutan umum dalam upaya perbaikan layanan.
Upaya mendorong orang untuk meninggalkan itu berupa pelarangan sepeda motor, kebijakan ganjil genap, tarif parkir tinggi, pajak progresif.
Dampak buruk pembangunan yang berorientasi kendaraan bermotor adalah kualitas udara, kebisingan dan getaran, kecelakaan, perubahan iklim global, habitat alam, pembuangan limbah, kemacetan, keamanan energi, keefisienan ekonomi.
"Yang jelas dampak buruk dari pembatalan ini, semangat instansi yang terkait transportasi untuk membuat upaya penataan transportasi perkotaan di Indonesia menuju transportasi humanis menurun," kata Djoko.
Angka kecelakaan lalu lintas tahun 2016, sebesar 71,3% adalah sepeda motor. Sementara tahun 2012, sepeda motor sebagai penyebab kecelakaan baru 68%.
Apalagi saat ini di Sudirman dan Jalan Thamrin sekarang sedang ada pekerjaan pembangunan MRT, sering membuat kemacetan.
"Nanti ditambah sepeda motor lagi. Akan semakin semrawut. Transportasi Jakarta akan semakin buruk yang akhirnya citra Jakarta menuju kota transportasi berkelanjutan makin terpuruk," ungkapnya.
Di lain sisi, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek sudah membuat Rencana Induk Transportasi Jabodetabek. Salah satu sasarannya adalah sharing penggunaan angkutan umum sebesar 60%.
"Upaya pelarangan ini sebenarnya masih bisa diberlakukan lagi, jika Pemprov DKI Jakarta berniat membuat aturan yang baru. Namun, melihat Gubernur DKI Anies yang mendukung pelarangan ini, sulit rasanya ada aturan baru," katanya.
Padahal, salah satu kunci keberhasilan penataan transportasi di daerah adalah peran kepala daerah.