JAKARTA--Pelayanan kesehatan yang diatur oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional harus diberikan secara gratis kepada masyarakat.
Dalam artian, masyarakat yang telah membayar iuran premi BPJS maupun mendapat bantuan iuran dari pemerintah tidak boleh lagi dibebankan biaya tambahan.
Chazali H Situmorang, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengatakan sistem jaminan sosial yang dibuat oleh pemerintah ini telah mempertimbangkan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sekaligus kemampuan pemerintah untuk menyediakannya.
DSJN telah meluncurkan roadmap menuju pelaksanaan BPJS pada 1 Januari 2014. Dalam peta jalan itu, disebutkan sejumlah aturan yang harus dirilis sebagai dasar hukum pelaksanaan teknis UU BPJS. "Sudah keluar pada akhir tahun lalu, PP No 101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran," ujarnya, Rabu (13/3/2013).
Chazali mengatakan meskipun PP mengenai PBI telah diteken Presiden pada 3 Desember 2012, akan tetapi perdebatan mengenai besaran iuran serta banyaknya penerima bantuan masih belum selesai.
Perkembangan terakhir, Kementerian Keuangan mengusulkan besaran iuran yang dibayarkan pemerintah melalui skema APBN adalah sebesar Rp15.500 ribu.
Bantuan iuran tersebut diberikan kepada rakyat miskin yang ditetapkan berjumlah 86,4 juta orang. Padahal, menurut Chazali, perhitungan besaran iuran yang masuk ke dalam nilai keekonomian adalah sebesar Rp22.000 perbulan perorang.
"Nilai Rp22.000 itu sudah ada hitung-hitungannya dengan mempertimbangkan berbagai hal. Sementara nilai Rp15.500 yang diusulkan Kemenkeu belum ada perinciannya," katanya.
Selain itu, perhitungan jumlah rakyat miskin yang dinilai berhak menerima bantuan iuran juga masih diperdebatkan. DSJN merujuk pada data rakyat miskin yang dihitung dari rata-rata 40% dari seluruh penduduk Indonesia. Saat ini, lanjutnya, jumlah penduduk miskin menurut perhitungan DJSN adalah sebanyak 96,7 juta orang. (msb)