Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta Sarman Simanjorang menyatakan tuntutan buruh menaikkan UMP DKI Jakarta menjadi Rp3,7 juta sangat tidak realistis dan mengancam kelangsungan usaha.
Di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat, sangat tidak wajar meminta penaikan UMP mencapai 40% dari nilai sekarang Rp2,2 juta. Sarman berpendapat tuntutan buruh tersebut hanya memikirkan kepentingan sisi pekerja tanpa melihat kemampuan dunia usaha.
"Kenaikan UMP tahun 2013 sebesar 44% saja sudah banyak perusahaan yang berencana pindah ke luar Jakarta dan sudah melakukan rasionalisasi dengan mengurangi karyawan. Dengan tuntutan sebesar ini sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan dunia usaha khususnya industri padat karya," kata Sarman dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com, Kamis (5/9/2013).
Sarman yang juga menjabat Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta, mengajak para serikat pekerja di DKI Jakarta bersama sama menciptakan iklim usaha dan iklim investasi yang kondusif dengan mengedepankan kepentingan bersama. Pasalnya, penaikan UMP akan selalu naik setiap tahun artinya tingkat kesejahteraan pekerja akan lebih baik dari ketahun tahun.
Permintaan kenaikan UMP oleh serikat pekerja agar hendaknya melihat kondisi riil yang dihadapi dunia usaha saat ini. Diantaranya beban pengusaha sangat besar dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan TDL listrik,kenaikan BBM dan lonjakan kenaikan UMP 2013 yang mencapai 44%.
"Apalagi dengan melemahnya nilai rupiah saat ini akan memperlambat pertumbuhan produksi padat karya yang berorientasi ekspor," ujar Sarman.
Pihaknya berharap ada peran strategis pemerintah DKI Jakarta untuk bersama sama meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan memaksimalkan program pelayanan kepada masyarakat seperti fasilitas Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP), transportasi murah, dan rumah susun untuk buruh.