Bisnis.com, JAKARTA - Menjalankan tugas polisi lalu lintas di wilayah DKI Jakarta pantas diakui cukup berat, karena harus mengatur ribuan kendaraan serta akrab dengan polusi udara yang pekat.
Terutama pagi hari saat jam berangkat kerja menjadi tantangan luar biasa para petugas di jalanan. Jangankan menilang pelanggar lalu lintas, mau istirahat untuk sekedar menghilangkan dahaga pun sebuah hal yang langka.
Kasubdit Keamanan dan Keselamatan Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Irvan Prawira bercerita salah satu contoh di simpang Ragunan Jakarta selatan kerap menjadi lokasi pelanggaran berjamaah pengendara dari arah Depok.
Meskipun lampu menunjukkan lampu merah, tetapi kalau para pengendara sudah bersatu padu untuk melanggar aturan sulit dicegah. Dua petugas yang mengatur lalu lintas tidak bisa dengan konyolnya mengacungkan kedua tangan sebagai tanda menyetop kendaraan sebegitu banyak
"Kalau punya satu tujuan rawe rawe rantas malang malang putung, pengendara dari Depok sudah seperti suku indian yang siap menyerbu lawannya. Makanya dua petugas saya mikir-mikir kalau mau nyetop," kata Irvan disela Dialog Publik Dewan Transportasi Jakarta membahas soal Electronic Registration Identification (ERI) di Hotel Bidakara Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Persoalan seperti ini sebenarnya terjadi hampir merata di seluruh Jakarta ketika kondisi jalanan dari lawan arah sudah sepi, rombongan dari arah lain siap menerobos lampu merah yang membuat polisi tidak berkutik. Sikap seperti inilah yang ketika sudah diterapkan ERI bisa dilakukan tilang berjamaah yang pada akhirnya semakin memperbanyak pundi-pundi uang hasil tilang yang masuk negara.
Hal yang sama juga dialami petugas di simpang Cawang dimana sejak pukul 06.00 sampai pukul 10.00 sudah padat dengan kendaraan. Sementara petugas berdiri selama itu mengatur lalu lintas terkadang menjadi sasaran makian dari warga.
Bahkan, kerap sekali warga mengadu bahwa banyak pelanggaran lalu lintas di simpang jalan namun tidak disikapi oleh petugas.
Irvan mengatakan bukannya petugas tidak menindak pelanggaran, tetapi saking terlalu banyaknya pelanggaran sehingga tidak mampu terpantau semuanya.
Di sisi lain, petugas yang duduk-duduk beli minuman di pinggir jalan kerap menjadi sasaran kritik dianggap polisi tidak bekerja padahal lalu lintas padat. Lebih parahnya lagi, kata Irvan, polisi itu difoto dan diupload di media sosial dan berita media online.
"Polisi juga manusia yang punya rasa capek. Kalau bisa sih kakinya saya kasih besi ditancapkan ke tanah biar berdiri terus," kata Irvan .
Oleh karena itu Polda Metro Jaya tidak ingin Polantas terus terusan berada di jalan raya untuk menegakkan hukum atas pelanggaran lalu lintas. Dengan menggunakan sistem berbasis teknologi ERI ini akan memantau pelanggaran secara elektronik.
Sehingga pelanggaran apapun baik itu melanggar traffic light, melanggar kecepatan, kecelakaan, bahkan pencurian bisa didentifikasi dengan alat tersebut. Pasalnya segala gerak gerik kendaraan di jalan umum sudah ter capture menggunakan alat elektronik.
"Kalau melanggar sudah di capture oleh alat, dan tilangnya tinggal dikirimkan ke rumah," imbuhnya.
Sistem ini akan mengurangi kerja lapangan Polantas yang saat ini mencapai 1.777 personel di DKI Jakarta. Jumlah itu sangat jauh berbeda dengan Frankfurt Jerman yang cuma 250 polisi lalu lintas.
"Dengan ERI ini, cita cita saya tidak ada lagi polantas di jalan raya," ungkap Irvan.