Bisnis.com, JAKARTA – Penetapan UMP DKI Jakarta Rp2,4 juta ditolak buruh lantaran tidak mencerminkan kesejahteraan buruh yang berpenghasilan pas-pasan dan cuma bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari itupun kurang.
Buruh menginginkan adanya kenaikan UMP Rp3,7 juta agar kesejahteraan meningkat terutama kebutuhan hidup sehari-hari terpenuhi, membeli rumah dan menyekolahkan anaknya sampai bangku kuliah.
Namun kalangan pengusaha menuturkan UMP adalah safety net atau semacam jaring pengaman pekerja selama setahun dan dinegosiasikan pada tahun berikutnya dengan mempertimbangkan komponen yang ada.
“UMP bisa beli rumah? Itu safety net satu tahun tidak untuk itu [beli rumah], untuk kawin, beli handphone tidak kena, memang dari dulu kita tahu,” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit dalam diskusi Sindo Radio Network di Jakarta, Sabtu (11/2/2013).
Menurutnya, kunci permasalahan adalah perluasan lapangan pekerjaan. Pengusaha bersedia menerima tuntutan upah berapapun nilainya dari serikat pekerja asalkan tidak dengan cara menyandera buruh lain, merusak pabrik bahkan sampai pemukulan.
Pengusaha berharap ada negosiasi dengan cara dialog secara damai, kalau tidak ada titik temu baru melakukan aksi mogok. Bukan sebaliknya mogok dulu baru negosiasi. “Pejuang sejati negosiasi, dialog dan punya senjata pamungkas kalau tidak berhasil [baru] mogok kerja,” tegas Anton.
Apindo menegaskan upah ini masalah serius bukan cuma hubungan industrial buruh dan pengusaha tetapi menyangkut seluruh angkatan kerja 121 juta orang. Dalam penetapannya ada kriteria penting yakni buruh menuntut kesejahteraan, pengusaha minta peningkatan produktivitas dan kepentingan pencari kerja.
Saat ini masih ada 41 juta masyarakat Indonesia yang butuh pekerjaan yakni 7 juta orang belum bekerja dan 34 juta orang setengah bekerja atau paruh waktu sehingga perluasan lapangan pekerjaan harus digenjot.
Argumentasi buruh tentang kenaikan upah akan meningkatkan investasi tidak sepenuhnya benar. Memang investasi yang dicatat BKPM pada triwulan III tahun ini mencapai Rp100,5 triliun tapi saat kenaikan UMP DKI Rp2,2 juta awal tahun ini justru berdampak negatif.
Anton menyebutkan berdasarkan data BPS DKI Jakarta ada 15 juta orang lebih pekerja pada 2012, namun Februari 2013 anjlok menjadi 14 juta. Hal ini karena pengusaha kuat dari sisi capital tapi lemah psikologis sehingga dikatakan pengusaha hitam dan sebutan lain.
“Saya kalau jadi politisi akan berjuang terhadap yang tidak bekerja 40 juta. Buruh 14 juta orang lebih terpuruk karena UMP,” katanya.