Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto 'semprot' Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama terkait pernyataannya yang mengarah kepada hal yang negatif.
Prijanto mengatakan Ahok dalam sebuah media online mengatakan siap memimpin Jakarta jika Gubernur Joko Widodo menjadi presiden. Dia pasrah untuk menyerahkan pasangan atau wakilnya kepada PDIP selaku pengusung Jokowi.
Siapapun pasangannya bisa cocok asalkan bersama-sama bekerja untuk rakyat, tapi kalau nggak bisa akan di 'Prijanto kan'. Pernyataan Ahok tersebut sampai di telinga Prijanto yang pernah menjadi Wakil Gubernur Fauzi Bowo.
"Saya kaget baca itu, [saya mendapat] itu dari teman," katanya saat acara makan siang di rumahnya, Jatinegara Jakarta Timur, Minggu (9/3/2014).
Prijanto yang merupakan purnawirawan TNI berpangkat Mayor Jenderal tersebut langsung menelepon Ahok terkait maksudnya tersebut.
Dia menuding Ahok dalam konteks itu, memposisikan sebagai Fauzi Bowo dan wakil Gubernur PDIP yang dimaksud adalah dirinya.
Ahok, kata Prijanto, secara pribadi sudah minta maaf melalui sambungan telepon.
"Kemarin telepon [Ahok], apa maksudnya ini, berarti anda memposisikan sebagai pak Fauzi Bowo dan wakil dari PDIP diposisikan sebagai saya, apa maksudnya?," ujar Prijanto mengulangi pembicaraan by phone dengan Ahok.
Setelah itu, Prijanto tidak melanjutkan pembicaraan dengan Ahok karena telepon sempat terputus. Baginya pernyataan itu adalah sesuatu yang negatif dan tidak sopan.
Sebenarnya kata-kata di 'Prijantokan' dan di 'JK kan' sudah ada sejak Mei 2013 di Kompasiana dengan penulis Go Teng Shin dengan cukup sopan mengatakan, ‘maaf tanpa mengurangi rasa hormat bapak Prijanto, yang saya maksud diamankan atau mulutnya dibungkam dengan lakban'.
Tapi kata-kata Ahok tidak ada embel-embel permintaan maaf sebelumnya kepada yang bersangkutan.
Prijanto pun tidak ambil pusing dan menafsirkan bahwa wajah Ahok tidak suka dengannnya karena kasus tanah Taman BMW dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mungkin Ahok ngerti saya ngoprak-oprak [Taman] BMW, mungkin sudah sengit [benci] sama saya," kata Prijanto.
Sedikit tentang Taman BMW, dijelaskannya, Pemprov DKI Jakarta sudah menerima lahan seluas 12 hektare dari pengembang.
Tanah tersebut adalah kewajiban yang dibayarkan pengembang atas proyeknya yang diserahkan kepada Pemprov DKI.
Usut punya usut, tanah itu ternyata bodong karena ada lima Surat Pelepasan Hak (SPH) sebagai lampiran Berita Acara Serah Terima (BAST) dan fakta letak Taman BMW tidak jelas.
Bahkan beberapa pelepas hak tanah menyanggah telah menjual dan memiliki tanah disana.
Potensi kerugian negara dengan memasukkan Taman BMW sebagai aset Pemprov DKI Jakarta adalah fiktif sehingga menimbulkan kerugian negara Rp737 miliar.