Bisnis.com, JAKARTA -Diterapkannya sistem autodebet mulai Januari 2015, diperkirakan mampu meningkatkan pendapatan PD Pasar Jaya.
Direktur Utama PD Pasar Jaya Djangga Lubis mengatakan selama ini dengan sistem pembayaran konvensional banyak pendapatan yang tak terkantongi. Pasalnya, banyak pedagang justru tidak membayar sesuai tarif sewa yang dibebankan dan juga mengalir ke pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, pendapatan yang terkumpul kerap tak optimal. Saat ini, PD Pasar Jaya mengumpulkan Rp120 miliar pertahun. Padahal, potensi pendapatannya mencapai Rp150 miliar. Sistem autodebet, katanya, efektif mulai Januari 2015.
"Kalau sistem autodebet sudah efektif, kami bisa dapat tambahan Rp36 miliar pertahun," ujarnya usai penandatanganan perjanjian kerja sama pembayaran autodebet di Balai Kota, Senin (8/12/2014).
Dari jumlah pedagang sekira 50.000 orang yang menyewa di 120.000 milik PD Pasar Jaya, masih banyak yang kerap menunggak pembayaran. Dengan demikian, dia pun berharap adanya kerja sama dengan tujuh bank dapat membantu pendataan jumlah pedagang dan menyerap pundi-pundi pendapatan. Sebagai imbasnya, rencana pembangunan dan revitalisasi pasar, katanya, dapat terealisasi.
"Harapannya pendataan pedagang dan pendapatan kami bisa terbantu," katanya.
PD Pasar Jaya menandatangani perjanjian kerja sama dengan tujuh bank yaitu Bank DKI, Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank OCBC-NISP dan Bank BCA di Balai Kota disaksikan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengatakan mekanisme autodebet ini untuk mendorong less cash society di Ibu Kota. Terutama, sebagai alat kontrol bagi keberlangsungan usaha pedagang kaki lima (PKL). Nantinya, akan termonitor siapa saja yang berhak menempati kios dan los milik PD Pasar Jaya.
Pasar, imbuhnya, akan menjadi inkubator bagi PKL. Oleh karena itu, PKL yang dianggap memiliki kemampuan mumpuni akan dipindah ke tempat berjualan yang lebih laik.
"Ini inkubator menolong PKL, kalau kamu udah mampu di Mal ya di Mal aja," tutur Ahok, sapaan akrabnya.
Dia pun menganggap selama ini terjadi tak keseimbangan usaha di pasar-pasar. Pedagang, kata Ahok, lebih justru menyewakan ruang usahanya kepada pihak lain untuk meraup keuntungan lebih banyak. Sebagai contoh, dia menyebutkan dari biaya sewa hingga Rp10.000 perhari perkios, melambung menjadi Rp1 juta sehari.
Penyewa, lanjutnya, mendapat keuntungan Rp990.000 dari harga sewa satu kios. Hal inilah yang coba dihentikan Mantan Bupati Belitung Timur. "Distorsi ekonomi, pihak ketiga untung Rp 990 ribu, karena hanya sewa Rp10.000," katanya.