Bisnis.com, TANGERANG -- Pengusaha angkutan barang mengaku kerepotan menghadapi fluktuasi harga bahan bakar minyak.
“Kami pusing. Bisnis menjadi tidak lancar. Seluruh kontrak yang telah mencapai kesepakatan diminta renegosiasi oleh klien,” adalah kalimat pertama yang dilontarkan oleh Syaiful Bahri, pengusaha angkutan barang di Provinsi Banten, ketika ditanya terkait harga bahan bakar minyak yang fluktuatif.
Kegeraman Syaiful cukup beralasan. Pasalnya, setelah Pemerintahan Presiden Jokowi sapaan akrab Joko Widodo menaikkan harga BBM pertengahan November tahun lalu, besaran tarif angkutan barang dalam kontrak kerja sama antara penyedia jasa logistik dengan pihak pertama segera disesuaikan.
Dua bulan berselang, pemerintah memutuskan harga BBM turun. Sontak negosiasi penaikan tarif angkutan barang yang rata-rata satu kontrak memakan waktu sampai satu bulan diminta negosiasi ulang oleh klien.
Sialnya, permintaan penurunan tarif angkutan barang tidak dengan mudah disepakati oleh penyedia jasa angkutan barang, mengingat dalam penentuan tarif angkutan barang, pengusaha jasa logistik menggunakan dua komponen, yakni harga BBM dan laju inflasi.
Menurutnya, yang membingungkan dalam penetapan tarif angkutan barang kali ini adalah laju inflasi tidak kunjung turun. Akibatnya, upah tenaga kerja dan beban lainnya tidak mungkin dikurangi mengikuti penurunan harga BBM.
Syaiful yang juga menjabat sebagai Ketua Organda Angkutan Khusus Pelabuhan & Industri Provinsi Banten, mengungkapkan, keputusan evaluasi harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah setiap dua pekan sekali akan menimbulkan ketidakpastian tarif angkutan barang.
Jangankan penaikan atau penurunan harga BBM yang persentasenya mencapai double digit, perubahan harga 1% saja, menurutnya sudah dapat mengubah postur hitungan biaya logistik yang harus dikeluarkan oleh para pengguna jasa angkutan barang demi keberlangsungan usaha.
Oleh karena itu, tuturnya, pengusaha jasa angkutan barang mengusulkan kepada pemerintah agar penentuan harga BBM jenis Solar berdasarkan harga rata-rata tengah dalam kurun waktu yang telah diperkirakan. Selain itu, penentapan harga baru seminimalnya dilakukan dalam enam bulan sekali.
Jalan yang ditempuh pemerintah dalam melakukan standardisasi harga BBM di dalam negeri dengan harga dunia, menurutnya justru mengurangi perlindungan pemerintah dalam keberlangsungan aktivitas jasa angkutan barang yang posisinya cukup vital dalam perekonomian negara.
Akibat ketidakpastian harga BBM, kini terjadi perang tarif angkutan barang yang tidak sehat dikalangan penyedia jasa logistik. Sejumlah kalangan pengusaha melakukan penghitungan tarif di luar ketentuan yang disepakati oleh Organda.
“Stabilitas yang dicari. Kami tidak masalah jika harga rata-rata tengah BBM jenis Solar ditentukan lebih tinggi dari harga minyak dunia saat ini, yang penting harga berlaku dalam waktu yang cukup panjang untuk mendatangkan kepastian penentuan tarif,” tegasnya.