Bisnis.com, JAKARTA - Saat perayaan imlek, vihara atau kelenteng menjadi tempat yang paling ramai dikunjungi, terutama oleh warga keturunan Tionghoa. Salah satu vihara yang ramai dikunjungi di Jakarta adalah Vihara Dharma Bakti.
Konon vihara ini yang tertua di Jakarta, dibangun oleh Luitnant Tionghoa bernama Kwee Hoen pada 1650. Vihara ini terletak di Jalan Kemenangan III, Pecinan Glodok, Jakarta Barat.
Untuk menuju vihara, harus melewati Pasar Glodok atau dikenal sebutan petak Sembilan. Glodok, kini adalah nama kelurahan di wilayah Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat.
Sementara itu, ternyata banyak warga Jakarta yang sebenarnya belum mengetahui asal-usul nama glodok itu sendiri, karena sesungguhnya ada sejarah unik mengenai asal kata glodok yang menjadi lokasi Vihara Dharma Bhakti ini.
Menurut sejarawan Rachmat Ruchiat, dalam bukunya yang bertajuk Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta, yang dikutip Bisnis, Jumat (20/2/2015), mengenai asal usul nama glodok terdapat beberapa pendapat.
Pertama, ada yang mengatakan bahwa kata glodok adalah onomatope alias tiruan bunyi dari suara air pancuran. Kata itu berawal dari kesalahan masyarakat Tionghoa dalam mengucapkan kata 'grojok'.
Nampaknya hal itu menjadi masuk akal apabila dikaitkan dengan sejarah pada 1670, di mana di lokasi tersebut terdapat semacam waduk penampungan air dari Ciliwung yang dikucurkan dari pancuran kayu dari ketinggian sekitar 10 kaki. Kala itu sering terdengar suara air mengalir yang berbunyi 'grojok-grojok'.
Kemudian kata grojok di ucapkan oleh masyarakat Tionghoa totok, penduduk mayoritas kawasan tersebut zaman dulu. Kemudian kata grojok berubah menjadi glodok sesuai dengan lidah mereka.
Namun demikian, keterangan lain menyebutkan bahwa kata glodok berasal dari jembatan yang melintasi Kali Besar di kawasan itu, yakni Jembatan Glodok.
Disebut demikian karena dahulu pada ujungnya terdapat tangga-tangga menempel pada tepi kali yang dibuat pada 1643. Tangga itu biasa digunakan untuk mandi dan mencucui oleh penduduk sekitar.
Dalam Bahasa Sunda tangga semacam itu disebut golodok, sama sebutan bagi tangga rumah.
Mandi di kali zaman itu bukan hanya kebiasaan orang pribumi, melainkan kebiasaan umum penduduk Batavia, termasuk orang Belanda yang berkedudukan tinggi sekalipun.